Judul: Kesatria Wangsa Surya • Penulis: Amish Tripathi • Penerbit: Javanica (Cetakan II: Desember 2016) • Tebal: 427 hal
Siwa memandang cakrawala jingga. Gumpalan awan yang melayang di atas Danau Manasarowara baru saja berpencar, memandang panorama matahari terbenam yang mencengangkan. Pemberi kehidupan yang gilang gemilang itu menutup harinya sekali lagi. Menginjak usia kedua puluh satu, lelaki itu tak terlalu sering melihat matahari terbit. Berbeda dengan matahari terbenam yang sering ia saksikan, dan ia berusaha tidak melewatkannya. Pada hari-hari biasanya, ia menyaksikan pemandangan matahari dan danau raksasa berlatar belakang Pegunungan Himalaya nan megah, membentang sejauh mata memandang. Tapi tidak hari itu.
Tubuhnya yang gempal namun lentur bertengger di atas batu cadas yang menjorok ke danau. Luka-luka bekas pertempuran di kulitnya berkilau-kilau diterpa cahaya yang memantul dari permukaan danau. Ia terkenang masa kanak-kanaknya yang riang. Ia menguasai seni melempar batu yang memantul-mantul di permukaan danau. Di sukunya, dialah yang terbaik dalam seni itu: tujuh belas kali pantulan sekali lempar.
Judul: Kesatria Wangsa Surya • Penulis: Amish Tripathi • Penerbit: Javanica (Juni 2017) • Tebal: 409 hal
Pikiranmu, bahwa kejahatan juga memiliki manfaat, sungguh sangat menarik, wahai Nilakantha.
Apa manfaatnya? Demi sebuah kehancuran? Mengapa semesta merancang hal itu?
Mari kita lihat dari sudut pandang yang berbeda. Apakah engkau percaya bahwa tak ada satu pun kebetulan di semesta ini? Bahwa setiap hal mewujud karena ia memiliki manfaat? Bahwa semua hal membawa manfaat?
Ya. Jika ada sesuatu yang tampak sebagai kebetulan, itu karena kita belum mengetahui manfaatnya.
Lalu, mengapa kejahatan tidak bisa dihancurkan selamanya? Bahkan jika tampaknya telah hancur, kejahatan selalu akan muncul kembali. Mungkin setelah melewati waktu yang panjang, mungkin dalam bentuk lain, tapi kejahatan selalu muncul dan akan tetap muncul lagi dan lagi. Mengapa?
Siwa menyipitkan matanya, menyerap kata-kata Gopala. Sebab kejahatan memiliki manfaat tersendiri…
Itulah yang diyakini Batara Manu. Dan keberadaan Mahadewa adalah sebagai penyeimbang, untuk mengendalikan manfaat yang ada, untuk menyingkirkan kejahatan yang ada pada saat yang tepat.
Judul: Kesatria Wangsa Surya • Penulis: Amish Tripathi • Penerbit: Javanica (November 2017) • Tebal: 610 hal
Perjalanan Siwa melacak sumber kejahatan di muka bumi mengantarkannya ke Pancawati, negeri kaum Naga. Pada akhirnya, kejahatan tersingkap di hadapannya. Bersama Sati, istrinya, ia segera menggalang kekuatan untuk melancarkan perang suci melawan musuh utamanya, seorang dalang mahasakti yang mengendalikan raja-raja besar dari balik layar.
Rangkaian perang brutal segera menyapu seluruh penjuru Bharatawarsa. Kemenangan dan kekalahan dialami Siwa dan pasukannya. Akan tetapi, kekuatan kejahatan justru semakin kuat dari waktu ke waktu. Tatkala menghadapi jalan buntu, Siwa berlayar ke barat menuju negeri tersembunyi yang dihuni sebuah marga bernama Bayuputra, demi mendapatkan pusaka yang diharapkan mampu mengakhiri perang perkepanjangan.
Setelah saya membaca novel Trilogi Siwa memberikan referensi tambahan yang cukup detil untuk menghubungkan kisah dalam Ramayana atau Mahabharata. Novel ini mengisahkan Dewa atau Batara Siwa dengan perspektif baru yang dikemas dengan gaya modern.