Kartu ATM

Mempunyai banyak kartu ATM, tidak identik dengan gemuknya rekening seseorang. Setidaknya hal itu berlaku untuk saya yang pernah mempunyai 5 (lima) kartu ATM dalam waktu bersamaan yang diterbitkan oleh Bank yang berbeda. Sejarah mendapatkan masing-masing kartu ATM masih saya ingat.

Kartu ATM A, saya dapatkan ketika membuka rekening bank pertama kali dalam hidup saya yang terjadi tahun 1995. Pilihan membuka di rekening Bank yang ini karena waktu itu merupakan bank terbesar yang ATM-nya ada di mana-mana, meskipun kalau mau setor bikin capek antri. Waktu itu, gajian di kantor saya masih menerima sistem cash. Jadi, rekening bank tersebut berfungsi sebagai tabungan belaka.

Dalam perkembangannya, kantor saya mulai memberlakukan penggajian sistem transfer dan karyawan harus membuka rekening di Bank B, di mana disesuaikan dengan sistem payroll kantor. Saya pun mendapatkan kartu ATM B.

Waktu musim bank di-merger, termasuk Bank B terjadi perubahan kebijakan, yaitu kantor saya beralih ke Bank C dan semua karyawan kudu punya rekening di Bank C. Di sini, saya mendapatkan kartu ATM C.

Suatu ketika saya ambil KPR – maklum waktu itu KPR-BTN (Kepengin Punya Rumah – Biar Tidak Numpang) –  disyaratkan oleh Bank pemberi kredit – sebut saja Bank D – harus membuka rekening dan pembayaran dilakukan secara auto-debet. Saya pun diberikan kartu ATM D.

Terakhir kartu ATM E. Kartu ini saya dapatkan karena ‘terpaksa’ membuka rekening di Bank E yang kebetulan membuka kantor kas di lokasi kantor saya. Maksud ‘terpaksa’ di sini berarti tidak enak hati dengan pimpinan cabang dari Bank E yang sukses merayu beberapa rekan kerja saya.

Selain bikin pusing (soale nggak ada isinya) para kartu ATM tersebut juga menuh-menuhi dompet.

Sesungguhnya, kartu ATM C yang paling aktif keluar-masuk dana. Maklum, karena gaji bulanan ditransfer ke rekening Bank C. Tindakan pertama yang saya lakukan ketika rekening Bank C terisi adalah melakukan transfer ke rekening Bank D supaya ada dana saat auto-debet KPR nanti sehingga nggak terjadi tunggakan bayar cicilan rumah. Lalu, rekening yang lainnya saya isi sekedarnya saja hanya untuk menghidupkan rekening.

Meskipun mengisi sekedarnya, rekening-rekening tersebut sering membantu saat kepepet. Misalnya saya harus membayar pembelian dalam jumlah tertentu. Saldo kartu ATM C nggak cukup, maka pergi ke ATM terdekat dengan melakukan transfer dari kartu ATM A, B, D, E ke kartu ATM C!

Syahdan, lalu kemudian ….. para Bank menaikkan biaya administrasi bulanan. Lha, bunga dari rekening-rekening sekedarnya tadi seringnya tekor untuk menutup biaya administrasi. Karena malas pergi ke Bank untuk menutup rekening, sengaja 3 (tiga) rekening tidak saya isi dan lama-lama nggak aktiflah rekening-rekening tersebut. Otomatis, kartu ATM-nya nggak bisa dipakai lagi.

Sekarang, saya hanya pegang 2 (dua) kartu ATM saja yaitu C dan D. Kartu ATM C jelas aktif, wong tiap bulan untuk transferan gaji. Sementara kartu ATM D memang harus aktif, setidaknya untuk 72 bulan lagi.