Kantor Pos

Sejak masa sekolah di SD dulu saya sudah bersentuhan dengan Kantor Pos. Selain membeli perangko lalu mengirimkan surat melalui loketnya, waktu itu saya pernah mempunyai tabungan yang disebut dengan Tapelpram (Tabungan Pelajar dan Pramuka). Mari kita bercerita dahulu tentang perangkonya. Ini masih cerita jaman dulu. Meskipun saya bukan filatelis sejati, saya suka mengumpulkan dan mengoleksi perangko yang saya dapatkan dari amplop surat sahabat pena. Seingat saya, koleksi perangko terbanyak yang bergambar Pak Harto.

Ada yang unik mengenai perangko ini. Setelah membeli perangko di loket, di dalam Kantor Pos ada meja kecil di sana terdapat buku tebal yang sudah lusuh yang isinya kode pos seluruh wilayah Indonesia. Lalu – masih di meja itu – terdapat lem yang dibuat dari kanji (yang membuat lem ini siapa ya?), ditaruh pada mangkuk kecil dan batang dari bambu untuk mengambil lemnya. Hebatnya, lem ini lengket sekali. Selain untuk menempelkan perangko (bisa juga dengan cara dijilat), sangat paten untuk merekatkan tutup amplop.

Beda dengan jaman sekarang di mana petugas loketnya masih muda dan cantik-cantik, dulu petugasnya sudah sepuh dan kebanyakan bapak-bapak. Tetapi mereka sangat sabar melayani orang-orang yang mau mengirim surat atawa kirim/mengambil wesel. O iya, saya menghindari masuk Kantor Pos pada tanggal 1 atawa tanggal-tanggal awal bulan. Kantor Pos akan dipenuhi oleh para pensiunan yang mengambil gajinya.

Jika kebetulan saya mempunyai stok perangko lalu ingin berkirim surat malam hari, surat tersebut akan saya masukkan ke kotak surat yang terdapat di beberapa sudut kota. Seingat saya, paling aktif menggunakan jasa Kantor Pos saat saya kuliah dulu: mencairkan wesel dan mengirim surat (cinta?).

kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib
dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu
~Surat Cinta – puisi karya WS Rendra~

Apakah sampai sekarang saya masih menggunakan jasa Kantor Pos? Masih. Paling tidak, seminggu sekali ada petugas Kantor Pos yang datang ke rumah mengantar Majalah Jawa Panjebar Semangat. Lalu, sebulan sekali saya akan mendatangi loket Kantor Pos untuk mengirim surat tercatat. Kirim paket pun saya masih menggunakan jasa Kantor Pos, apalagi alamat yang dituju belum dilayani oleh jasa paket swasta.

Kantor Pos sekarang hebat, tidak hanya melayani pengiriman surat, wesel dan paket. Pembayaran ini-itu, penerimaan/pengiriman uang dan sebagainya yang serba online

26 Agustus tahun ini, Kantor Pos Indonesia memasuki usia ke 265.  Apakah ia mampu menghadapi perubahan zaman yang serba cepat seperti ini? Apalagi saat ini sudah jarang orang mau berkomunikasi dengan cara surat-menyurat, seperti yang terjadi di Amerika sana yang berencana akan menutup 3.500 kantor posnya.