Insiden tiket

Pada tanggal 09 Juni 2013 (akan) dilangsungkan akad-nikah adik sepupu saya (laki-laki) di Rajabasa Bandar Lampung. Keluarga besar Karanganyar Solo yang akan pergi ke acara tersebut berjumlah 10 orang. Saya kebagian mengurus tiket mereka. Maka, sebulan sebelumnya saya sudah membereskan urusan tiket dari SOC – CKG – TKG (Solo-Jakarta-Lampung) pp, menggunakan penerbangan GA tanggal 08 Juni 2013 dan 10 Juni 2013. Lumayan, saya mendapatkan tiket promo meski dengan konsekuensi non refund.

Seminggu sebelum tanggal berangkat, saya mendapatkan informasi kalau salah satu anggota keluarga nggak bisa ikut. Daripada tiket nggak kepake, ada usulan digantikan kepada anggota keluarga yang lain. Masalahnya, yang nggak jadi pergi itu laki-laki (MR) sementara penggantinya perempuan (MRS).

Saya menghubungi agen tiket langganan dan disarankan nggak usah ganti tiket, cukup tunjukkan KTP asli pemilik tiket saat check in nanti. Bapak tahu kan bagaimana pengecekan penerbangan lokal kita? Saya pun segera mengkonfirmasi si MRS yang saat itu posisinya ada di NTB, silakan berangkat.

Sabtu, 08 Juni 2013, di Bandara Solo

Proses check in lancar. Masuk ke gate dan boarding pun lancar jaya. Lah kok pas masuk di pintu pesawat mBak Pramugarinya membaca tiketnya si MRS. Loh, bu. Tiket ibu kok MR? Dalam waktu yang sempit seperti itu, si MRS mengurus tiket atas namanya sendiri untuk rute SOC – CKG – TKG, sementara rute sebaliknya agar diurus di Bandara Soekarno-Hatta (BSH).

Saya memandu dan memantau pengurusan tiket tersebut dalam perjalanan Karawang – Jakarta. Sampai di  BSH bertemu rombongan Solo, saya urus tiket si MRS untuk tanggal 10 Juni 2013. Waduh, ada masalah. Rute CKG – SOC sih OK, namun untuk TKG – CKG sudah penuh dan si MRS dimasukkan ke waiting list. Ya, sudah. Nanti di Bandara Lampung coba berburu tiket.

Rombongan kini berjumlah 12 orang, ditambah oleh saya dan adik saya yang tinggal di Bekasi. Pukul 16.30 WIB kami mendarat di TKG. Langsung berburu tiket, di tiga penerbangan tidak ada tiket.

Tanggal 08 Juni 2013, di Rajabasa Bandar Lampung, malam hari

Dengan keterbatasan sambungan internet, kami berburu tiket ke agen-agen, dibantu oleh adik calon pengantin (ACP) yang masih berada di Jakarta. Nihil. Kami menyusun contingency plan untuk kepulangan MRS.

Rencana kesatu, MRS naik Bus Damri jurusan Jakarta – Gambir, baru nanti ikut Bus Damri jurusan bandara dan ketemu rombongan di BSH. Rencana ini beresiko, karena MRS nggak mungkin kami biarkan pergi sendiri. Rencana ini kami coret.

Rencana kedua, ini usulan dari ACP, istrinya membatalkan penerbangan, nanti tiket TKG – CKG miliknya bisa digunakan oleh MRS. Malamnya nginep di rumah ACP, baru esok harinya ke BSH ketemu rombongan. Ah, masa pakai tiket orang lain lagi, meskipun statusnya sama-sama MRS. Lagi pula, kehadiran ACP sarimbit akan lebih menyenangkan keluarga besar kami. Rencana ini kami coret.

Rencana ketiga pun kami rancang dan langsung dieksekusi. Adik saya mengontak Mas Wahyu-nya agar segera ke Lampung malam itu juga, supaya masih ada kesempatan beristirahat. Maklum, perjalanan Bekasi – Lampung sekira 7 jam. Dua tiket TKG – CKG milik saya dan adik, kami hanguskan. Nanti, kami bertiga melakukan jalan darat.

Minggu, 09 Juni 2013

Jam 07.00 WIB ACP sarimbit mendarat di TGK. Sesuai kesepakatan semalam, ia segera meng-issued tiket MRS yang rute CKG – SOC.

Jam 12.30 WIB setelah menghadiri resepsi pernikahan, saya, adik, dan MRS pamit pulang duluan.

Jam 22.00 WIB kami sampai di Bekasi.

Senin, 10 Juni 2013

Jam 08.30 WIB saya mendapatkan konfirmasi kalau MRS sudah bertemu dengan rombongan Karanganyar Solo. Jika on schedule, pesawat mereka terbang jam 09.30 WIB.

Pesan moral kejadian ini adalah jangan sekali-sekali menggunakan tiket atas nama orang lain.