Biduren

Dalam bahasa Jawa sering disebut biduren untuk sebuah penyakit yang bernama biduran atawa urtikaria dalam bahasa medis. Penyakit ini (rasanya) sudah menjadi bagian dari kehidupan saya. Biduran merupakan gangguan pada kulit berupa bentol-bentol dan sangat gatal, kalau kondisi parah disertai rasa nyeri.

Seingat saya, sejak SD saya mulai terserang biduran ini. Beberapa kali tidak masuk sekolah gara-gara biduran kambuh di pagi hari. Bukan bentol-bentol biasa, tapi sudah menyerang bibir, kelopak mata dan cuping telinga. Bayangkan, apa nggak malu bersekolah dalam kondisi bibir bengkak dan kelopak mata seperti ada telur puyuhnya?

Jika sudah demikian, satu-satunya jalan pergi ke Puskesmas kidul pasar. Pak Mantri ngasih pil kuning (belakangan saya baru tahu nama pil tersebut, yakni CTM). Pil tersebut kalau dikonsumsi menyebabkan ngantuk, lalu berangsur-angsur mengempeskan bentol-bentol dan mengurangi rasa gatal di kulit.

Biduran selalu datang tiba-tiba, bahkan saat saya memakai celana ketat atawa kaus kaki akan meninggalkan bekas kemerahan di kulit dan pasti terasa gatal. CTM-lah obatnya. Karena sudah tahu nama CTM, maka saya tak perlu ke Puskesmas lagi, cukup beli pil tersebut di toko obat.

Ada yang bilang, biduran saya disebabkan alergi, entah karena makanan atawa hawa yang dingin. Iya sih, setiap habis mengkonsumsi makanan yang digoreng ada saja bentol-bentol yang muncul di kulit. Saat kedinginan pun demikian. Lagi-lagi CTM yang sebagai penangkalnya. Karena menjadi ngantukan, saya mulai mengurangi CTM.

Di masa SMA, teman-teman menasihatkan kepada saya untuk mencari alternatif pengobatan biduran saya: makan daging bekicot, daging kadal hingga daging ular. Ada satu usulan paling aneh yang tidak mungkin saya lakukan yakni berdiang di dekat tungku dengan kayu bakar yang berasal dari payung mutho (payung kayu/kertas yang digunakan untuk memayungi mayat) yang diambil di tanah kuburan.

Pada suatu ketika di awal kuliah, saya mendapatkan nasihat supaya mengkonsumsi vitamin C banyak-banyak. Saya jalani dengan riang gembira. Ya, cukup manjur. Sesekali biduran tetap datang, sesekali saya biarkan. Saya mencoba berakrab-ria dengannya. Saya mengompres bentolan dengan air panas. Meskipun nyeri, bisa mengurangi rasa gatal.

Sampai sekarang biduran masih bersemayam di tubuh saya. Jika sudah parah, saya akan menembaknya dengan obat yang bernama incidal. Bukan solusi permanen sih, hanya mencegah doang. Ada beberapa makanan yang saya pantang, yang saya sinyalir menyebabkan biduran datang.