Judul: Rahwana Kisah Rahasia • Penulis: Anand Neelakantan • Penerbit: Javanica (Cetakan II: April 2019) • Tebal: 632 hal
Di novel ini, Rahwana menceritakan kisah kehidupannya menjelang nyawa keluar dari raganya. Hubungan Rahwana dan Sinta dalam novel ini akan berbeda dengan kisah Ramayana yang umum sering kita dengar atau baca. Dalam versi ini, Rahwana sama sekali tidak memiliki nafsu pada Sinta yang tak lain adalah putrinya sendiri.
Bisa jadi, selama ribuan tahun Rahwana ‘difitnah’ betapa jahatnya ia. Kematiannya dirayakan di mana-mana dengan sukacita. Sebetulnya, ia ‘menculik’ Sinta dari Rama demi kebahagiaan putrinya itu.
Rahwana juga digambarkan sebagai ujud raksasa bermuka sepuluh atau Dasamuka dan berlengan dua puluh. Benarkah demikian?
Orang tua mengajarkan kepada kita tentang pentingnya kemampuan untuk mengendalikan diri, mengikis beberapa sifat di dalam diri, dan hanya satu yang boleh tersisa dan dijaga yakni akal budi. Mahabali yang agung menasihati Rahwana untuk mengikis sembilan sifat dalam dirinya: amarah, kebanggaan, kecemburuan, kegembiraan, kesedihan, rasa takut, sifat mementingkan diri sendiri, hasrat dan ambisi. Akal budi adalah satu-satunya yang patut dijaga dan dipertahankan.
Sembilan sifat tersebut cenderung menghancurkan diri, menghambat perjalanan manusia menuju keluhuran. Akan tetapi, Rahwana mengabaikan nasihat gurunya itu. Ia tak mau menanggalkan sembilan sifat itu dari dirinya. Baginya, sepuluh hal di dalam dirinya itu membuatnya menjadi manusia sempurna. Sementara, penggambaran dua puluh lengan Rahwana terkait dengan kecakapan dan kekuatan.
Rahwana terlahir dari ayah yang seorang Brahmana dan ibu Asura. Sejak kecil ia diperlakukan dengan tidak adil, dengan sistem kasta yang berlaku di masyarakatnya. Takdir mempertemukannya dengan Mahabali, raja terakhir Asura yang sudah terasing, dan ia berguru kepadanya. Dengan berbagai rintangan, Rahwana berhasil melaluinya dan ia mengembalikan kejayaan Asura dengan membangun kerajaan Alengka.
Rahwana memandang dirinya sebagai manusia yang tak perlu berpura-pura suci atau terbatasi oleh aturan agama dan masyarakatnya. Ia ingin menjadi makhluk yang alami, jujur sejujur-jujurnya, tanpa harus menghilangkan apa yang dianugerahkan alam pada dirinya. Tak seorang pun mampu memenggal ‘sembilan kepala Rahwana’ termasuk masyarakatnya. Ia memutuskan untuk tetap ‘berkepala sepuluh’, memilih untuk menjadi Dasamuka.
Saya mengagumi kehebatan Anand Neelakantan dalam bertutur di novel ini. Semua serba masuk akal. Misalnya, pada waktu Rahwana menerima kabar kalau Sinta berada di Mantili, sebuah negeri yang jaraknya sangat jauh, perlu waktu 3 hari perjalanan dari Alengka. Rahwana pun mengendarai Puspaka, kereta terbang ciptaan Begawan Mayasura. Aku selalu mengagumi bentuk halus kereta aneh ini. Ia tak memiliki sayap-sayap besar yang mengepak, melainkan sayap-sayap yang berputar cepat. Ia seperti burung, namun menyerupai ikan. Ia memiliki beberapa tuas yang cara penggunaannya telah kukuasai selama bertahun-tahun. Aku bukanlah penerbang yang bagus, namun aku mampu mengendalikan kereta ini cukup baik. (hal 371-372).
Kisah Ramayana adalah pertarungan antara bangsa Asura (penganut Siwa) dengan bangsa Dewa (penganut Wisnu) dan bangsa Wanara (ras campuran Asura dan Dewa) yang mendukung bangsa Dewa. Ujud Asura, Dewa, dan Wanara oleh Anand Neelakantan adalah ‘manusia belaka pada umumnya’, yang mempunyai perbedaan ras dan agama. Bangsa Asura disebut sebagai raksasa karena perawakannya yang besar, berkulit hitam dengan rambut keriting, sedangkan bangsa Dewa, berperawakan sedang dan berkulit cerah. Sementara itu, bangsa Wanara karena bangsa campuran maka diolok-olok sebagai kera/wanara.
Sejarah selalu ditulis oleh para pemenang, sehingga Ramayana menjadi kisah yang memukau tentang Sri Rama pahlawan kebajikan yang membunuh setan kegelapan yang bernama Rahwana. Dan di novel ini, saatnya yang kalah berbicara tentang kepahlawanan seorang Rahwana dan bangsa Asura yang telah lama dibunuh karakternya.