Ibu, Perempuan yang Luar Biasa

Kemarin, saya mendatangi undangan sunatan anak teman saya. Tradisi di tanah Sunda, anak di bawah 6 tahun sudah pada disunat. Di kota kelahiran saya, anak disunat kalau sudah berumur 15 tahun. Setelah memberikan amplop kepada anak yang disunat yang saat itu dipangku ibunya, saya menikmati hidangan yang disajikan tuan rumah. Sambil mengunyah makanan, fikiran saya mengembara ke dalam waktu ketika saya disunat dulu.

Sebelum saya berangkat ke mantri sunat saya diharuskan sungkem kepada bapak dan ibu saya. Ada rasa haru di sana, mohon doa restu agar prosesi pemotongan “ujung daging” berjalan lancar dan aman. Dan ketika pulang dari mantri sunat, ibu sudah menunggu di depan pintu dan memberikan satu siwur (gayung dari batok kelapa) air tempayan untuk saya minum.

Mengapa harus ibu yang meminumkan ke mulut anak lelakinya? Katanya, anak lelaki yang sudah disunat dia menuju masa akil baliq dan setiap tingkah lakunya harus selalu menjaga martabat perempuan. Dia juga tidak akan mengobral kemaluannya. Apabila dalam fikirannya terbersit ingin melecehkan seorang perempuan, hati nuraninya akan mengatakan “ibumu juga seorang perempuan”.

Saya jadi semakin memahami, kenapa Rasulullah SAW memberikan derajat penghormatan kepada ibu tiga kali lebih besar dari pada bapak.

Ternyata ibu kita itu seorang perempuan yang hebat. Saat mengandung kita  selama sembilan bulan, ibu tidak pernah mengeluh membawa kita ke sana ke mari. Saat waktunya senggang, dielusnya perut yang semakin buncit dan kita nyaman tidur di perut ibu. Di kamar bersalin ibu meregang nyawa, batinnya berdoa bagi keselamatan kelahiran kita. Dengan tekun ibu mengajari mengeja kata, menuntun kaki mungil kita menginjak bumi dan mengobati jika kita terluka. Doanya merupakan jimat bagi perjalanan hidup anak-anaknya.

Ada satu nasihat ibu yang selalu menyertai langkah-langkah saya : “Jika kelak kamu jadi pemimpin, tirulah ilmu lautan. Sungai-sungai dari daratan semua mengalirnya ke lautan. Aliran sungai tidak sama, ada yang jernih ada pula yang kotor bahkan ada yang membawa bangkai. Lautan akan menampung segala macam kotoran, tetapi ia akan menyaring mana yang kotor dan mana yang bersih. Di tengah dan kedalaman lautan akan tetap bersih dan bening, tersimpan mutiara yang tiada tara harganya. Demikian juga dengan kamu anakku, jagalah kebersihan hatimu, jangan terpengaruh oleh perilaku buruk di sekitarmu. Singkirkanlah yang buruk-buruk itu dengan kejernihan fikiranmu. Warnai sekitarmu dengan kebijaksanaanmu.”

Jadi, pantaskah kita menyakiti hati ibu?

____________________________
Note : Tulisan ini pernah dimuat di Harian Radar Karawang, terbitan 22-12-06, dengan sedikit suntingan