Hantu UN

UN kalau dipanjangkan menjadi Ujian Nasional. Sebuah perhelatan akbar tahunan yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk menguji pemahaman murid sekolah di tingkat akhir terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh para guru selama mereka berada di jenjang terakhir pada pendidikan tingkat dasar, menengah atawa atas.

Sejatinya, pelaksanaan UN itu ya “begitu-begitu saja”  tak ada yang istimewa. Namun kenapa harus dihadapi dengan tindakan antisipasi yang luar biasa? Siapa yang lebay: guru, orang tua, murid, pemerintah atawa siapa?

Nekjika para guru yakin apa yang mereka ajarkan benar dan sesuai dengan kurikulum kenapa takut murid-muridnya nggak lulus UN?  Jikalau orang tua sudah ketat mengawasi anaknya belajar, bahkan sudah keluar uang banyak untuk bimbingan belajar, kenapa was-was anaknya nggak lulus UN? Jika si murid sudah yakin dengan bimbingan guru di sekolah dan orang tua di rumah, kenapa pesimis menghadapi UN? Bila pemerintah yakin dengan soal-soal yang dibuatnya itu sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan, kenapa mesti meragukan kemampuan para siswa dengan membuat standar kelulusan yang rendah?

Inilah daftar perilaku ‘terlalu’ menjelang, saat dan setelah pelaksanaan UN: menggelar doa istighosah, minta restu pada sebuah makam, percaya bocoran jawaban UN, mendatangkan polisi untuk menangkap perilaku curang, atawa pemantauan langsung pelaksanaan UN oleh pejabat dan masih banyak lagi.

Kuntilanak kini nggak menakutkan lagi. Pocong dan tuyul malah bikin lelucon. UN itu justru lebih menakutkan dari pada hantu-hantu.

Harap tenang, sedang ada Ujian Nasional!