Habis rambut, bukan cepak namanya

Lelaki itu berwajah memelas. Pada suatu hari di Desember 2008, awal penderitaannya. Ceritanya begini :

“Potong rambutku dengan gaya dan model cepak tentara pangkat sersan!” perintah lelaki itu kepada tukang cukur yang bukan langganannya.

Dengan cekatan, tukang cukur pun mulai memangkas rambut lelaki itu. Tidak sampai setengah jam selesai sudah prosesi pemotongan rambut. Lelaki itu menyodorkan uang sepuluh ribu sebagai ongkosnya.

“Nggak ada uang kembalian mas. Ada uang pas?” kata tukang cukur.

“Emang berapa?” tanya lelaki itu.

“Tujuh ribu,” jawab tukang cukur.

“Wah.. aku nggak punya receh. Bagaimana?” tukas lelaki itu.

“Gini aja. Uang kembaliannya dalam bentuk potong rambut bagaimana?” usul tukang cukur.

“Tiga ribu gitu dapat model seperti apa?” tanya lelaki itu penasaran.

“Paling dipangkas sedikit lagi!” jawab tukang cukur sambil mempersiapkan peralatan cukurnya.

Terjadi kesepakatan. Namun, betapa kecewanya hati lelaki itu ketika sadar bahwa rambutnya benar-benar habis. Sudah terlanjur. Sebuah kesepakatan yang tidak bisa direvisi atau dikaji ulang. Pikir dulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.