Gulai kepala ikan kakap

Tokoh kita yang bernama Kamingsun yang pinter mengelola hutang itu, saban hari saat berangkat dan pulang kerja selalu melewati Rumah Makan Padang “Sederhana”. Meskipun namanya sederhana, rumah makan ini tarifnya tidak murah. Bangunannya terbilang besar dan mewah, dengan parkiran yang luas. Pada saat makan siang, area parkirnya akan dipenuhi aneka mobil dan semua kursinya terisi semuanya. Pegawainya banyak dan berseragam batik berwarna biru.

Pernah sekali-kalinya, Kamingsun ditraktir bosnya makan di sana. Ia masih ingat interior rumah makan tersebut. Ruang terbagi menjadi dua, sebelah kanan diperuntukkan bagi para perokok dan bagi yang tidak mau terkena asap rokok disediakan ruang yang lebih luas dan berpendingin udara. Pada dinding ruangan dipasang foto-foto para tokoh nasional yang pernah makan di sana. Hiasan dinding yang lain berupa poster besar tentang keindahan alam Tanah Minang seperti Danau Maninjau, Lembah Anai (terlihat ada kereta api yang melintas), Ngarai Sianok, dan tentu saja Jam Gadang.

Melihat gambar poster nan elok tersebut, terbersit keinginan Kamingsun untuk bisa piknik ke sana. Belakangan, keinginan tersebut akan menjadi kenyataan.

Sebentar, saya tak hendak menceritakan perjalanan Kamingsun ke Tanah Minang tetapi ada keinginan Kamingsun yang lain yang lebih mendesak untuk diceritakan yakni ia ingin makan gulai kepala ikan kakap Rumah Makan Padang “Sederhana”. Makan sendirian saja, tanpa mengajak siapa pun jua. Aku ingin memanjakan diriku dengan makan enak, sekali seumur hidupku.

Kamingsun sudah tahu berapa harga gulai kepala ikan kakap seberat kira-kira 600 gram tersebut: Rp 80.000,- Uang sebesar 80 ribu untuk sekali makan tentu memerlukan perhitungan matang dalam pengaturan cash flow keuangan di kantong Kamingsun. Maka, ia mulai menyisihkan jatah uang makan, mengurangi konsumsi rokok dan pulsa telepon. Targetnya, ia mesti membawa uang paling tidak 150 ribu untuk makan siang di rumah makan tersebut.

Arkian, dua bulan kemudian uang 150 ribu telah berada di kantongnya. Siang itu dengan naik motor yang masa kreditnya tinggal lima bulan lagi Kamingsun menuju Rumah Makan Padang “Sederhana.” Beruntung ia masih mendapatkan kursi.

Menu yang ia pesan: nasi plus sayur/sambal dan gulai kepala ikan kakap yang tersaji dalam piring besar. Untuk menekan bajet, ia cukup minum teh tawar panas. Lagi pula, teh tawar rumah makan ini enaknya bukan main.

Bismillah. Jemari tangan Kamingsun yang telah tercuci bersih siap membelah kepala ikan kakap. Tetapi tiba-tiba ia menjadi ragu. Seperti ada yang menahan tangannya untuk menyentuh daging yang menggiurkan itu.

Kamingsun teringat istri dan anak-anaknya di rumah. Ia tak tega mengkhianati keluarganya dengan makan siang enak macam begini. Segera saja ia memanggil pelayanan rumah makan.

“Tolong, gulai kepala ikan kakap ini dibungkus dan bawakan ke sini telur dadar!”

Kamingsun dengan lahap menikmati makan siang berlauk potongan telur dadar. Tenggorakan dan perutnya dengan ikhlas menampung makanan tersebut tanpa beban sedikit pun.

Selesai makan, Kamingsun mengirim SMS ke istrinya kalau malam nanti tidak usah masak karena ia akan membawa lauk enak. Kejutan manis seorang kepala rumah tangga untuk keluarga kecilnya.