Gino gelisah

Buku tabungan berwarna biru tua itu tergenggam erat di tangan Gino. Office boy kesayangan Mas Suryat itu matanya menerawang ke arah plafon, entah apa yang menjadi fokusnya. Adakah sarang laba-laba atau sepasang cicak yang sedang kasmaran, hingga mata Gino tak berkedip cukup lama.

“No, berita di koran kemarin ada orang mati mendadak gara-gara melamun akut seperti kamu ini.”

“Eh, pak Suryat. Bikin kopinya sekarang?”

Awakmu nglamunke apa?”

Ditanya seperti itu, Gino malah membik-membik bibirnya. Berasa mau mewek. Mas Suryat bingung. Ia pun segera menggeser kursi dan duduk di dekat Gino.

“Ini pak!”

Mas Suryat menerima uluran tangan Gino yang memberikan buku tabungan berwarna bitu tua tadi. Mas Suryat membaca transaksinya, ada saldo sekira satu juta dua ratusan.

“Ada apa dengan buku tabunganmu ini, No?”

“Sepertinya bulan depan saya gagal berkurban, pak.”

“Oh, apa kamu ada kebutuhan lain, sehingga tabungan hewan kurbanmu akan kamu korbankan untuk kebutuhan lain?”

Sekedar diketahui, empat tahun belakangan Gino selalu menyembelih hewan kurban dengan cara menabung. Cerita awalnya di sini.

Mboten pak, tabungan ini nggak bisa diganggu gugat dan memang saya khususkan untuk beli hewan kurban.”

“Terus yang jadi masalah apa, hingga kamu dheleg-dheleg seperti ini?”

“Lah, sekarang ini apa-apa kan mahal pak, termasuk komoditi perdagingan bagi seluruh rakyat Indonesia. Apa cukup uang sejuta dua ratus untuk membeli seekor domba kurban?”

Benar juga kata Gino. Mas Suryat jadi teringat selebaran yang kemarin diedarkan oleh pengurus DKM di tempat tinggalnya, di mana seekor domba kurban yang paling murah seharga sejuta lima ratus ribu.

“Optimis saja, No. Gusti Allah ora sare to? Gusti Allah yang memerintahkan kita berkurban, Dia juga yang akan memudahkan hamba-Nya mendapatkan hewan kurban. Sebagai manusia, kita manut atas kersa-Nya. Ini perkara ketaatan kita sebagai hamba-Nya. Mari kita belajar dari para nabi.”

Pripun to, pak?”

“Kamu tahu kisah nabi Nuh? Ia taat saja ketika diperintah Gusti Allah membuat perahu raksasa. Saat dikejar Firaun, Nabi Musa taat kepada Gusti Allah ketika diperintah memukulkan tongkatnya ke Laut Merah. Demikian juga dengan nabi Ibrahim. Kamu tahu kisahnya?”

“Nabi Ibrahim taat ketika Gusti Allah memberi perintah untuk menyembelih Ismail. Leres, pak?”

Mas Suryat mengacungkan jempolnya.

“Semua berakhir indah. Hepi ending!

Gino pun sumringah. Ia segera bangkit, mengambil cangkir. Saatnya menyajikan kopi item buat Mas Suryat.