Warga hutan Alas Purwo panik, sebagian besar dari mereka tiba-tiba dijangkiti sakit panas berkepanjangan disertai dengan timbulnya bintik-bintik merah di sekujur tubuh dan air liur selalu keluar dari mulutnya. Untuk meredam gejolak warga hutan dan demi stabilitas nasional di wilayah kekuasaannya, Singa – si raja hutan segera memanggil para menterinya untuk rapat kabinet terbatas. Hasil rapat : mencari penyebab wabah tersebut.
Beberapa intelejen dikerahkan untuk mencari tahu ke pelosok hutan. Sepuluh hari sudah misi tersebut dijalankan dan gagal. Sementara itu, korban mati mulai berjatuhan. Tercatat ada lima puluh warga hutan yang terkapar berkalang tanah.
Tetapi para intelejen harus melaporkan hasil investigasi kepada sang Raja, kalau tidak bisa dipenggal kepala mereka. “Kita harus cari kambing hitam penyebab wabah ini, demi reputasi korps intelejen kita!” demikian kata Kepala Intelejen.
Di ruang kerja sang Raja, suatu siang. Kepala Intelejen menghadap Raja didampingi oleh Menteri Kesakitan, dengan membawa dokumen hasil investigasi dan ini laporannya :
Sebulan yang lalu, hutan Alas Purwo kedatangan serombongan Celeng dari hutan sebelah. Para celeng ini melarikan diri dari kejaran para pemburu, dan menetap di sebuah lembah. Sebagian besar Celeng ini mengalami kelelahan dan di antaranya menderita demam dan kejang-kejang. Satu demi satu mereka mati, selain karena sakit juga karena kelaparan. Keluarga Kijang, yang kebetulan sedang melewati lembah itu terperanjat kaget menyaksikan tragedi itu. Segera saja mereka menolong dua Celeng yang masih hidup. Ketika sampai di rumah, anak-anak Kijang terserang demam disertai dengan bersin-bersin hebat yang susah dihentikan, bahkan mulai kejang-kejang. Mirip dengan sakitnya si Celeng. Tetangga Kijang berdatangan untuk memberikan pertolongan, tapi terlambat. Dua anak kijang meregang nyawa di hadapan para tetangganya. “Ini pasti ketularan si celeng” begitu gerutu para tetangga Kijang. Dan berita itu cepat menyebar seantero hutan.
“Menurut analisa laboratorium yang saya lakukan, pada tubuh celeng yang sakit itu terdapat virus flu yang kemudian diberi kode B4B1, dan ini sangat berbahaya bagi kehidupan margasatwa di hutan ini. Paduka Raja harus segera mengambil tindakan pencegahan,” demikian laporan tambahan yang disampaikan oleh Menteri Kesakitan.
Sang Raja menghela nafas panjang, dan berkata, “Umumkan kepada seluruh penduduk negeri Alas Purwo, kita sedang terkena wabah Flu Celeng. Hindari bergaul dengan para Celeng, kalau perlu kita pancing para Celeng keluar dari sarangnya supaya para pemburu dapat menembaknya”.
Celaka tiga belas bagi para Celeng. Mereka tidak tahu apa-apa kena getahnya. Semua binatang menghindar untuk bersosialisasi dengannya. Celeng jadi lebih senang bersembunyi, karena diasingkan oleh warga hutan lainnya.
Apa yang sebenarnya terjadi? Sang pendongeng akan memberikan jawabannya. Di pinggiran hutan Alas Purwo ada satu danau yang sering digunakan oleh para hewan melepas dahaga. Danau itu sekarang sedang tercemar oleh bahan kimia berbahaya, yang asalnya dari suatu pabrik yang membuang air limbahnya langsung ke sungai yang mengalir di belakang pabrik itu tanpa pengolahan, kemudian air sungai yang tercemar limbah itu tertampung di danau tersebut. Jadi, siapapun yang memanfaatkan air danau itu akan keracunan limbah berbahaya, ditandai dengan demam tinggi, bintik-bintik merah di kulit dan selalu mengeluarkan air liur, akhirnya mati sekarat.