Hoegeng: Sosok Polisi Jujur

Judul buku : Hoegeng • Penulis : Aris Santosa, dkk • Penerbit : Bentang, April 2009 • Tebal : xvii + 338

Salah satu nasihat Bapak yang masih saya ingat sampai sekarang adalah melarang saya untuk menjadi seorang jaksa, pegawai bea cukai dan polisi. Tiga profesi ini kalau saya nekat melakoninya, Bapak bersikukuh tidak akan memberikan restunya. Saya sangat patuh dengan nasihat tersebut.

Kira-kira sebulan lalu, saya menyaksikan iklan di Metro TV bahwa tayangan Kick Andy tanggal 27 Maret 2009 akan menampilkan tema Tribute to Hoegeng. Hoegeng adalah sosok polisi yang disegani kawan dan lawan, tetapi dicintai banyak orang karena kelembutan dan sikap jujurnya. Dan saya teringat kembali nasihat Bapak, seperti yang saya sebutkan di atas. Saya menelpon Bapak supaya nanti menyaksikan acara Kick Andy tersebut, karena saya ingin mengubah paradigma Bapak terhadap sosok polisi (bisa jadi Bapak saya sudah tahu bagaimana sosok Hoegeng yang jadi Kapolri tahun 1968 – 1971 itu). Seperti biasanya, setelah tayangan Kick Andy dibagi buku bagi penonton di studio dan penonton di rumah bisa akses di website Kick Andy. Beberapa kali saya mendaftar di website, sampai sekarang nasib belum mujur untuk mendapatkan buku dari Kick Andy, maka saya pun berburu buku Hoegeng ini di toko buku favorit saya.

Setelah membaca buku ini, saya sependapat dengan anekdot Gusdur : di Indonesia ini hanya ada tiga polisi jujur, yakni polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng.

Hoegeng lahir di Pekalongan 14 Oktober 1921. Nama pemberian ayahnya adalah Iman Santoso, waktu kecil sering dipanggil bugel (gemuk), lama-kelamaan menjadi bugeng dan akhirnya berubah menjadi hugeng (hal. ix). Di antara sekian banyak Kapolri yang penah ada, tak berlebihan kiranya bila dikatakan Hoegeng merupakan figure mantan Kapolri yang paling banyak dikenang masyarakat. Hasrat menjadi polisi muncul ketika di masa kecil Hoegeng sering bertemu dengan Ating Natadikusumah yang saat itu menjabat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Karesidenan Pekalongan. Kebetulan ayah Hoegeng bersahabat dengan Ating.

Setelah lulus PTIK tahun 1952, Hoegeng ditempatkan di Jawa Timur. Penugasannya yang kedua sebagai kepala reskrim di Sumatera Utara menjadi batu ujian bagi seorang polisi karena daerah ini terkenal dengan penyelundupan. Hoegeng disambut secara unik, rumah pribadi dan mobil telah disediakan oleh beberapa cukong perjudian. Ia menolak dan memilih tinggal di hotel sebelum dapat rumah dinas. Rupanya, tukang suap itu masih ngotot, rumah dinas Hoegeng dipenuhi dengan perabot. Dengan kesdal, Hoegeng mengultimatum agar barang-barang itu diambil kembali oleh si pemberi dank arena tidak dipenuhi, akhirnya perabot itu dikeluarkan secara paksa oleh Hoegeng dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan. Maka gemparlah kota Medan karena ada seorang kepala polisi yang tidak mempan disogok.

Selesai bertugas di Medan dengan sukses, Hoegeng kembali ke Jakarta. Untuk sementara ia dan istri menginap di garasi mertuanya di Menteng. Kemudian ia ditugaskan sebagai kepala Jawatan Imigrasi. Sehari sebelum diangkat, ia menutup usaha kembang yang dijalankan oleh istrinya di Jalan Cikini karena kuatir orang-orang yang berurusan dengan imigrasi sengaja memborong bunga untuk mendapatkan fasilitas tertentu.

Selain dua contoh di atas, buku ini juga menceritakan kisah kekukuhan dan sangat berani memperjuangkan kepolisian yang bersih, sebelum akhirnya dicopot Presiden Soeharto karena sikap berseberangannya dengan penguasa saat itu, seperti :

  • Pemeriksaan banyak menteri terkait dugaan korupsi atau penyalahgunaan jabatan
  • Penyelesaian kasus tertembaknya mahasiswa ITB pada Oktober 1970 yang menjadi salah satu lembaran hitam Taruna Akabri Kepolisian.
  • Penyelesaian peristiwa “Sum Kuning” yang menghebohkan dan kabarnya melibatkan putra pejabat.
  • Pemeriksaan kasus penyelundupan mobil mewah yang membenturkan Hoegeng dengan “orang kuat” Indonesia masa itu.

Saya akan segera mengirimkan buku ini kepada Bapak saya, supaya ikut membaca dan saya ingin mendengar komentarnya mengenai sosok seorang polisi. Bisa jadi dia nanti akan berkomentar seperti Teten Masduki – Koordinator ICW : “Saya hampir tidak percaya ada sosok polisi yang demikian bersih dan jujur”