Fakir miskol

Januari minggu ketiga seperti ini, bagi Mas Pries adalah musim paceklik meskipun di luar sana januari bisa diartikan sebagai hujan sehari-hari. Paceklik bukan karena gagal panen, tetapi uang di kantong semakin tipis saja. Bahkan sangat tipis.

Syahdan, Desember tahun lalu perusahaan tempatnya bekerja tidak membagi bonus seperti biasanya. Jangankan bonus, gaji keempat belas tak ada juga. Ia sebetulnya sudah merencanakan akan merenovasi dapur rumahnya dengan bonus yang bakal diterimanya. Tabungan yang tak seberapa besar ia bongkar untuk sekedar nyicil membeli pasir dan semen.

Di tengah pekerjaan konstruksi renovasi dapur ia kehabisan modal, tabungan ludes sementara bonus tak keluar juga. Proyek renovasi dapur berhenti di tengah jalan.

Mas Pries judek pikiran. Uang di dompet tinggal pecahan sepuluh ribuan empat lembar, lima ribuan selembar dan tiga lembar dua ribuan. Sementara ketika ia cek saldo tabungannya tinggal 65 ribu. Pulsa di hape ada 20 ribuan.

Apakah uang segitu cukup untuk sepuluh hari ke depan hingga saat ia gajian nanti? Ia sudah mencatat pengeluaran rutinnya: beli premium untuk sepeda motor, makan siang, rokok dan cadangan jika sewaktu-waktu ban motornya kena paku. Apa harus mencari pinjaman?

Ilmu pengiritan terpaksa ia gunakan, misalnya: ia puasa senen-kemis bahkan di hari yang lain ia tak melakukan makan siang, mengurangi konsumsi rokok, tidak bertelpon atau ber-SMS, kecuali dalam keadaan darurat, jika ada yang penting ia akan miskol dengan harapan orang yang diteleponnya yang akan menelepon balik.

Sebagai seorang suami dan sekaligus ayah bagi ketiga anak-anak yang masih lucu-lucunya, ia tak menunjukkan kegalauan hatinya. Ia juga tak perlu mengganggu bujet rumah tangga yang dipegang istrinya yang jumlahnya tak seberapa itu.

Ia yang sepulang kerja suka membawa oleh-oleh seperti martabak misalnya, kali ini tidak ia lakukan. Kemarin ia girang sekali, ketika teman kerjanya berulang tahun dan ada acara bagi-bagi kue. Demi anak-anaknya di rumah, ia tak memakan kue tersebut tetapi ia bawa pulang untuk oleh-oleh.

***

Siang tadi Mas Pries terkejut saat membaca SMS Banking yang masuk ke henpon Nokia jadulnya. SMS itu mengabarkan ada uang masuk ke rekeningnya sebanyak 1 juta. Ia mengulang membaca SMS tersebut. Bacaannya tidak berubah. Uang 1 juta! Ia tak percaya. Satu juta berarti seperempat jumlah gaji bulanannya.

Buru-buru ia pergi ke ATM untuk cek saldo. Betul, di rekeningnya kemasukan uang 1 juta. Namun, ia tak segera menarik uang tersebut sebab ia takut jangan-jangan ada orang yang nyasar melakukan transfer ke rekeningnya.

Ia nyicil senang sekaligus kuatir kecewa jika ternyata uang tersebut bukan haknya. Satu jam kemudian ia cek lagi melalui SMS Banking, uang 1 juta masih nangkring di rekeningnya. Tak ia sadari lima kali sudah ia cek saldo rekening melalui henponnya. Berarti ia telah kehilangan pulsa setidaknya 5 X 500 rupiah.

Selama ini, ia belum pernah merasakan hidup sefakir ini. “Tuhan, tolong berikan sebuah tanda kepadaku, halal atau haramkah uang sejuta yang kini berada di rekeningku.”