Eufemisme

Seorang pembaca setia Padeblogan mengirimkan pesan di inbox email saya: artikelmu Insiden Cicak sungguh nggilani! Reaksi saya sih biasa-biasa saja, bahkan email itu saya balas dengan guyonan. Bahkan saya berkomentar ke teman saya itu jangan lebay tersebab karena artikel tersebut ia nggak mau lagi makan daging cincang kesukaannya.

Kalau boleh menceritakan latar belakang penulisan artikel tersebut, sesungguhnya saya juga ingin memperhalus situasi di mana cicak terlentang di antara daging cincang, dan sempat terbetik untuk mengganti kata cicak dengan sawiyah hewan yang imut. Saya yakin tidak semua pembaca tahu apa itu sawiyah, karena ini istilah dalam bahasa Jawa yakni sawiyah adalah sebutan untuk anak cicak.

Usul teman saya itu supaya lain kali saya menggunakan cara eufemisme. Hmm.. jadi ingat pelajaran Bahasa Indonesia nih. Eufemisme adalah penggunaan ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar. Contoh eufemisme misalnya kalimat “Saya mau berak dulu” dihaluskan menjadi “Saya mau ke belakang dulu” atawa “Saya mau buang air besar dulu” atawa bahasa gaulnya “Saya mau BAB dulu”.

Eufemisme juga biasa digunakan untuk menyebut anggota tubuh yang letaknya sedikit di bawah perut, bahkan sering kita dengar seorang dokter nggak menyebut nama ‘asli’ anggota tubuh tersebut ketika menjelaskan sesuatu kepada pasiennya. Contoh orang yang sakit ambeien datang ke dokter dan diberi obat mirip kapsul lalu dokter berkata, “Nanti kapsul ini jangan diminum, ini obat luar, cara memakainya dimasukkan lewat belakang” maksudnya lewat dubur atawa anus. Pun menyebut alat kelamin pria diganti dengan burung atawa pisang, dan sebagainya.

Nekjika dikaitkan dengan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar, bukankah istilah dubur, penis, vagina jelas-jelas sudah dimasukkan ke dalam daftar Kamus Besar Bahasa Indonesia? Kenapa kita masih sungkan menyebut nama asli mereka? Kenapa kita harus menyebut dengan nama samarannya?

Semua demi kesopanan semata. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu berkomunikasi dengan yang lainnya. Tidak semua orang suka dengan yang to the point dalam bertutur. Masing-masing mempunyai tingkat sensitivitas dalam menangkap makna suatu kata. Dan supaya aman dalam berkomunikasi ya gunakan cara eufemisme saja. Toh, nanti juga tahu sama tahu apa yang dimaksud dengan sebutan samaran itu.