Ernest Hemingway

PustakaRona Padeblogan edisi minggu ini menampilkan sosok penulis luar biasa yang karya-karyanya menampakkan secara jujur dan berani wajah kelam zamannya: Ernest Hemingway. Ia lahir tanggal 21 Juli 1899 di Oak Park, Illinois, Amerika Serikat. Ia merupakan salah satu pengarang yang sangat penting dalam kesusasteraan dunia. Pada usia 17 tahun ia menjalani profesi kepenulisan sebagai jurnalis, lalu menjadi relawan palang merah dalam PD 1 di Italia. Karena pengalaman sebagai relawan itulah, peperangan dan tokoh tentara muncul dalam beberapa karyanya, seperti dalam novel A Farewell to Arms.

Membaca karya-karya Ernest Hemingway sama seperti mencelupkan rasa ke dalam jiwa: menyatu, bergelayut, hanyut, dan kemudian duduk termenung mengartikan makna tersirat di balik itu. Kekuatan deskripsi dan diksi yang dipilih membentuk sepetak suasana dan atmosfer seakan sangat dekat, ada di depan mata atawa tepat di belakang kepala.

Ada 6 buku Ernest Hemingway di Ruang Buku Padeblogan, yaitu pertama The Old Man and The Sea. Buku setebal 131 halaman + ix ini diterbitkan oleh Penerbit Liris (Oktober 2010), diterjemahkan dengan judul Kisah Lelaki Tua dan Laut oleh Dian Vita Ellyati. Kisah Lelaki tua dan laut memang inspirasional. Ada kesahajaan, kesabaran kekuatan hati, serta semangat yang tak pernah menyerah pada keadaan. The Old Man and The Sea adalah sebuah karya penting dalam sejarah kepenulisan Ernest Hemingway. Ini adalah karya utama (masterpiece) yang menyita perhatian dunia. Karya ini memenangi Hadiah Plutzer dan Award of Merit Medal for Novel dari American Academy of Letter tahun 1953 untuk kategori fiksi. Yang paling bergengsi, ia memperoleh penghargaan Nobel Sastra tahun 1954 untuk keahlian luar biasanya pada seni narasi, yang terakhir didemontrasikan dalam The Old Man and The Sea, dan untuk pengaruh yang telah dihasilkannya atas gaya kontemporer. Hemingway mampu mengungkap sisi positif dan negatif seorang manusia. Buku ini memiliki struktur naratif yang sederhana, efektif, dan membentuk karakter. Buku ini menunjukkan kepada kita kekuatan mental dan semangat dalam menghadapi tantangan hidup. Ada kekaguman, empati, serta persahabatan dengan alam dan takdir kehidupan.

Buku kedua Men without Women yang diterbitkan oleh Selasar Publishing, Nopember 2008 dengan judul terjemahan Laki-laki tanpa Perempuan oleh Natalia Trijaji. Buku setebal 263 halaman + viii ini adalah salah satu kumpulan cerita pendek terbaik karya Ernest Hemingway. Naskah ini pertama kali dipublikasikan tahun 1927, setelah kumpulan pertamanya, In Our Time sukses di tahun 1925, serta novelnya yang meledak di pasaran dengan judul The Sun Also Rises (1926). Kehadiran Men without Women semakin mendorong eksistensi, mempresentasikan jati diri dan mempertegas reputasi Hemingway sebaga salah satu penulis fiksi utama di dunia. Men without Women menjadi karya penting dalam sejarah panjang karier kepenulisan Hemingway. Dalam buku ini terdapat 14 cerita terpilih yang di antaranya menggambarkan hubungan tidak mudah antara laki-laki dan perempuan. Kumpulan cerita pendek ini juga memuat The Killers, salah satu cerita Hemingway yang paling terkenal dan sering dimuat dalam antologi.

Buku ketiga, The Short Happy Life of Francis Macomber (Kebahagiaan Hidup Francis Macomber yang Singkat) diterbitkan oleh Selasar Publishing, September 2009 dengan penerjemah Ulya Nataresmi. Buku ini juga merupakan kumpulan cerita pendek, di mana penokohan karakter Hemingway seluruhnya diwakili oleh laki-laki. Sebagian cerita diwarnai latar belakang dunia maskulin yang menjadi favorit penulis: adu banteng dan perburuan. Tetapi di balik dunia maskulin Hemingway, kita mengintip pergulatan hidup tokoh protagonisnya di wilayah yang disebut sebagai sesuatu yang tidak ada dan tidak melengkapi kehidupan kita. Dalam kisah The Short Happy Life of Francis Macomber diceritakan kehidupan suami-istri Francis dan Margaret Macomber. Sebagai pasangan yang kaya raya serta sama-sama rupawan, dari luar mereka tampak sempurna. Tetapi sang tokoh utama, Francis Macomber, di dalam hatinya memendam ketakutan akan sesuatu. Ketakutan itu muncul diam-diam saat mendengar auman singa yang tengah mereka intai untuk diburu. Ketika berhadapan langsung dengan singa yang sudah terluka, Francis malah berlari disaksikan oleh istrinya, Robert Wilson si pemburu profesional dan beberapa orang pribumi sewaan. Margaret mengolok-olok kepengecutan suaminya dengan kebenciaan yang tidak ditutupinya. Di akhir cerita, Francis Macomber berhasil memperoleh keberaniannya yang ternyata hanya berumur sangat pendek dan berakhir dengan tragis.

Buku keempat, A Moveable Feast, diterjemahkan sebagai Tidak Pernah Ada Akhir bagi Paris oleh Teguh Wahyu Utomo. Novel ini diterbitkan oleh Selasar Publishing, Juni 2009 setebal 261 halaman + x. Di Paris, Hemingway berkisah tentang persahabatan yang terbentuk kembali. Di Paris, Hemingway menceritakan orang yang ingin membantai orang dan orang yang sudah dicap malaikat maut. Di Paris, Hemingway berkisah tentang tradisi dan keyakinan pribadi yang harus dikikis oleh hegemoni uang. Di Paris, Hemingway membeberkan perselingkuhan orang, sahabat karib, bahkan perselingkuhan dirinya sendiri. Di Paris, Hemingway menikmati makanan dan minuman terlezat. Namun, yang paling penting, di Paris juga Hemingway bisa merasakan fiesta yang abadi.

Buku kelima, A Farewll to Arms diterjemahkan oleh Toto Sudarto Bachtiar dengan judul Pertempuran Penghabisan yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (Mei, 1997) setebal 425 halaman. Novel ini menceritakan kisah percintaan seorang pengemudi ambulans Letnan Henry – berkebangsaan Amerika di medan pertempuran Italia dengan seorang perawat berkebangsaan Inggris, Miss Barkley. Percintaan mereka mekar di tengah-tengah dentuman meriam, serangan wabah penyakit dan kematian benruntun. Mereka ingin lari dari peperangan, ingin hidup jauh dari peperangan dan berdampingan selalu untuk selama-lamanya. Namun keinginan tinggal keinginan saja, karena sebelum tercapai maksud hati, malaikat maut datang dan memisahkan mereka.

Buku keenam, Salju Kilimanjaro diterjemahkan oleh Ursula Gyani Buditjahja dari The Snows of Kilimanjaro yang diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (1997) dengan tebal buku 315 halaman. Buku ini kumpulan sepuluh cerita pendek yang merupakan karya-karya terbaik Ernest Hemingway. Tema-tema yang dipilihnya adalah tentang kepahlawanan, cinta, kehampaan hidup, kematian, dengan tokoh-tokoh yang kadang-kadang tampak naif, konyol atawa pengecut. Tetapi sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh pada prinsip mereka, sekonyol dan senaif apapun itu. Gaya penceritaannya yang dramatik dan obyektif membiarkan pembaca menafsirkan sendiri permainan emosi dan pergolakan batin dari kalimat dan tindakan tokoh-tokohnya yang diperagakan tanpa perlu diuraikan panjang lebar.