Prolog:
Dan Jamus Kalimasada pun berpindah ke tangan Petruk. Bambang Priyambada tidak menyadari bahwa siapa pun yang memegang Jamus Kalimasada, ia akan sakti mandraguna. Pun dengan Petruk, yang nota bene hanya seorang abdi, kini ia menjadi sangat sakti tak terkalahkan oleh siapapun.
~oOo~
Petruk masih terbengong-bengong di atas motor bututnya, belum menyadari benar benda apa yang diberikan Bambang Priyambada kepadanya. Jamus Kalimasada ia masukkan ke tas ranselnya, ia lalu melanjutkan perjalanan. Asap mengepul dari knalpot motornya.
Dari kejauhan Petruk menyaksikan kerumunan manusia, kebanyakan dari mereka membawa poster dan tulisan-tulisan di kertas besar. Semakin dekat, ia menyadari kalau kerumunan manusia itu adalah sebuah kegiatan demonstrasi. Ia menghentikan motornya, karena jalanan tertutup oleh banyaknya orang yang sedang demo. Dari tempatnya berhenti, ia menyaksikan seorang orator tengah berteriak menggunakan pelantang plus speaker yang sangat besar. Petruk jadi paham. Demonstrasi dilakukan oleh rakyat Kerajaan Suralaya yang menuntut sang raja turun tahta. Petruk membaca situasi, ia ingin melanjutkan perjalanan menuju rumah Semar – bapak angkatnya, yang menjadi Lurah Karang Tumaritis. Ia pun menyibak kerumunan demonstran.
“Itu… itu…. orang yang bawa motor butut itu… dialah raja kita yang baru… naikkan ke panggung… ayo naikkan ke panggung ini…!!!” teriak si orator dari atas panggung. Semua orang mendengar teriakannya, dan serta merta mengangkat Petruk ke atas panggung.
Petruk meronta. Tangannya masih memegangi stang motor. Ia mencoba menolak, tapi apa daya tenaganya tidak sebanding dengan tenaga orang-orang yang menariknya. Petruk akhirnya berhasil dibawa ke atas panggung.
Semua orang terkesima menyaksikan Petruk yang berdiri linglung disaksikan ribuan rakyat Suralaya. Suasana demonstrasi tiba-tiba senyap. Lalu terdengar yel-yel dari sang orator.
“Hidup raja baru…. hidup raja baru… hidup raja baru…!!!” Ajaib, semua orang mengikuti yel-yel tersebut. Suaranya membahana mengisi ruang-ruang hampa.
“Silakan sang prabu memberikan titah kepada kami, rakyat Suralaya yang merindukan raja baru, raja yang akan memperbaiki penghidupan kami,” kata sang orator kepada Petruk.
“Edan, saiki aku dadi ratu. Piye, kok bisa ya,” batin Petruk. Dan Petruk pun segera mengambil pelantang dari sang orator, berdehem dulu sebelum bicara.
“Nn.. na…ma.. saya …Pet… truk….!” nada bicara Petruk grogi berat. Maklum, bicara di hadapan ribuan orang sih.
“Hidup raja Petruk…. hidup raja Petruk… hidup raja Petruk!” Entah siapa yang memberi komando, suara yel-yel tersebut bersahutan tiada henti. Suara-suara itu membesarkan nyali Petruk. Tanpa diketahui oleh siapa pun, Petruk mencubit tangannya untuk memastikan kalau peristiwa yang menimpanya itu bukan mimpi, tetapi nyata belaka.
Petruk tersenyum. Ini bukan mimpi. Ia kini menjadi pemimpin tertinggi Kerajaan Suralaya*). Tetapi sesungguhnya Petruk tidak tahu apa yang menyebabkan ia menjadi raja.
*) saya menggunakan nama Suralaya berdasarkan lagu Petruk Dadi Ratunya-nya Mus Mulyadi. Dalam pewayangan, Petruk jadi raja di Kerajaan Lojitengara dan bergelar Prabu Welgeduwelbeh