E-mail Kiriman Kartini: Simpati untuk Kasus Prita Mulyasari

Ibunya Kartini: “nDuk, apakah kamu tidak capek dan bosan menulis surat kepada temanmu si Estella Zeehandelaar itu, yang kamu kirimkan melalui pos. Kenapa kamu tidak menggunakan e-mail saja, lebih cepat dibaca dan ditanggapi oleh sahabatmu dari seberang lautan sana. Atau yang lagi ngetren sekarang ini, main blog dan pesbuk. Kan kumpulan tulisan kamu bisa dibaca oleh dunia”

Mari sejenak mengenang Kartini, bukan dengan berpakaian kebaya lengkap dengan sanggulnya tetapi alihkan pikiran pada bagaimana cara Kartini melawan kesepian karena pingitan, melawan arus kekuasaan besar penjajahan dari dinding tebal kotak penjara kabupaten yang menyekapnya bertahun-tahun.

Kartini menuliskan segala perasaannya yang tertekan itu, kemudian ia komunikasikan dengan sahabat-sahabat Eropanya saat itu. Dan hasilnya sungguh luar biasa, selain melambungkan nama Kartini, suaranya bisa terdengar sampai jauh, sampai ke negeri asal dan akar kehancuran manusia pribumi nusantara.

Kami hendak berikan kepada rakjat kami apa-apa jang indah dari peradaban Eropa, boekan oentoek mendesak keindahannja sendiri dan menggantinja, tetapi oentoek mempermulia jang soedah ada itoe. Dengan djalan mengawinkan toemboeh-toemboehan ataoe hewan dari berbagai djenis orang bisa mendapatkan djenis jang dipermoelia. Boekankah begitoe djoega di lapangan adat-kebiasaan rakjat-rakjat? Kalaoe jang baik pada rakjat jang satoe dicampoerkan dengan jang baik pada pada rakjat lain, boekankah akan timboel adat-kebiasaan jang lebih baik? – Surat Kartini tanggal 27 Oktober 1902 kepada Nyonya Abendanon

Kawan, kini kita hidup di era digital semua ide yang ada di dalam pikiran kita bebas merdeka kita tuangkan dalam tulisan yang disajikan dalam media internet. Semua orang bisa mengaksesnya, bisa saling berkomentar dan beragumentasi.

“Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju! Semua harus dimulai dengan berani! Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!” – Kartini, via Pramoedya Ananta Toer.

Sekarang, ada satu teman Kartini yang lagi berduka: Prita Mulyasari. Tanggal 25 Juni 2009 ia sempat menangis bahagia karena vonis bebas dari PN Tangerang, kita yang tidak mengenalnya secara pribadi ikut bergembira atas peristiwa itu. Kemarin, Prita shock dan terpukul setelah mendengar putusan sela PN Tangerang yang membebaskan dirinya dianulir oleh PT Banten. Dengan pembatalan putusan sela itu, maka sidang akan dilanjutkan untuk masuk ke dalam pokok materi persidangan. Tuntutan yang akan dijatuhkan kepada Prita tidak berubah, masih menggunakan UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik).

Prita Mulyasari memerlukan dukungan kita kembali, sebab musim kampanye Capres-Cawapres usai sudah, dan saya yakin mereka tidak peduli lagi dengan nasib Prita Mulyasari. Mereka sedang sibuk menghitung dan berebut jumlah kursi – pesan e-mail Kartini di inbox saya.

Bagaimana Anda menyikapi kasus Prita Mulyasari ini?