Duryodana dikilik-kilik oleh Dikileaks

Kemarahan Duryodana kali ini bak tsunami akibat gempa berskala 8.9 SR. Kemarahan yang dipicu oleh sebuah berita di surat kabar negeri tetangga yang bersumber dari situs Dikileaks. Pejabat Hastina kalang-kabut menghadapi pemberitaan tersebut. Secara maraton Duryodana mengadakan rapat dengan para pejabatnya dengan agenda utama bagaimana menangkal isi berita yang tak sedap itu.

“Pemberitaan yang dimuat di surat kabar tersebut tidak mengandung kebenaran sama sekali. Prabu Duryudana sangat sedih dan prihatin dengan fitnah yang kejam ini,” kata Dursasana yang mewakili Istana Hastina sebagai juru bicara. “Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Bahkan ibu Banowati menangis tiada henti.”

Benar, pemberitaan yang bersumber dari situs Dikileaks telah membuat Duryodana terpukul dan Nyonya Banowati menangis. Bagaimana tidak terpukul, putra mahkota Hastina ya anak sulung Duryudana yang bernama Lesmana Mandrakumara itu diisukan seorang yang homo, tidak suka perempuan. Bagaimana masa depan Hastina jika dipimpin oleh raja yang homo? Selain itu gaya berbicara Lesmana Mandrakumara menye-menye  seperti waria, lambat dalam berpikir, meskipun dalam berpenampilan masih seperti layaknya lelaki.

Sungguh, berita yang disebut fitnah oleh kalangan istana Hastina itu sebenarnya ada pemicunya. Tidak serta merta muncul dipermukaan. Bagi elit di Hastina, tingkah laku aneh Lesmana Mandrakumara sudah menjadi rahasia umum, menjadi obrolan sehari-hari. Mereka memperbincangkan keadaan Lesmana Mandrakumara yang nantinya akan menjadi pewaris tahta Hastina yang tanpa kesaktian sama sekali. Ia tidak tahu ilmu pemerintahan. Ia tidak mau tahu dunia perpolitikan. Mau jadi apa Hastinapura di bawah kendali Lesmana?  Informasi-informasi semacam inilah yang dibocorkan oleh situs Dikileaks.

~oOo~

Duryudana dan Banowati mempunyai dua orang anak, yaitu Lesmana Mandrakumara dan Lesmanawati. Sebagai putra mahkota yang sudah beranjak dewasa, Duryodana menginginkan anaknya itu segera menikah.

“Anakku, kamu sudah dewasa. Segeralah menikah. Kemarin, datang paman Adipati Karna meminang Lesmanawati untuk dikawinkan dengan Arya Warsakapura, putranya. Janganlah adikmu mendahuluimu kawin.”

“Ayah… gadis mana yang mau denganku? Keadaanku seperti ini!”

“Loh, kamu kan putra mahkota. Pasti banyak gadis yang tertarik padamu. Paling tidak mereka berharap akan jadi permaisurimu, bukan? Coba katakan kepadaku, siapa gadis yang kamu taksir nanti akan aku pinangkan untukmu, Lesmana!”

“Anu… aku… aku… naksir pada Pregiwa…!”

“Hah…. Apa?? Apa aku tidak salah dengar? Pregiwa istrinya Gatotkaca itu? Tidak…tidak…. Dia sudah jadi istri orang, Lesmana!”

“Tapi… aku sudah wuyung sewuyung-wuyungnya….”

Dan Duryodana pun pusing tujuh keliling. Ia segera membicarakan dengan Banowati, istrinya. Tentu saja Banowati terkejut mendengar cerita Duryodana. Tidak mungkin baginya mengabulkan permintaan Lesmana Mandrakumara. Akan membuat malu wangsa Bharata.

Timbul ide Banowati untuk menjodohkan Lesmana dengan Dewi Titisari, salah satu putri Kresna. Segera saja Duryodana berangkat ke negeri Dwarawati untuk meminang Dewi Titisari untuk Lesmana Mandrakumara.

~oOo~

Setelah Kresna menerima pinangan dari keluarga Hastina, ia menyampaikan kepada putrinya, Dewi Titisari. Ia tidak mungkin mempermalukan ayahnya yang telah menerima pinangan keluarga Hastina, Titisari pun mengiyakan keputusan ayahnya, meskipun nanti secara diam-diam ia mencari informasi siapa sesungguhnya Lesmana Mandrakumara.

~oOo~

Tibalah saat perhelatan perkawinan agung antara dua keluarga kerajaan. Dewi Titisari menunggu kedatangan pengantin pria dengan perasaan gelisah. Dari kejauhan rombongan Lesmana Madrakumara datang dengan iring-iringan besar. Oh, betapa terkejutnya dua calon pengantin itu. Lesmana terkejut dengan kecantikan dan keelokan paras Titisari, sementara Titisari terkejut dengan sosok Lesmana yang ternyata jauh lebih buruk dari informasi yang ia dapatkan dari teman-temannya.

“Tunggu. Sebelum upacara temu-manten ini dilanjutkan, aku mengajukan syarat kepadamu, Lesmana!”

“Duhai adinda Titisari nan jelita. Syarat apa yang akan kamu ajukan. Lihatlah rombongan di belakangku ini. Kami membawa banyak berlian dan permata yang akan menambah pesona kecantikanmu.”

“Bukan harta benda, Lesmana!”

“Lalu apa adinda?”

“Lesmana, kamu aku tantang berlari mengelilingi alun-alun sebanyak tujuh kali. Kalau kamu bisa mengalahkanku, aku bersedia menjadi istrimu.”

Lesmana terkejut. Berlari? Sebuah syarat yang sungguh aneh yang diajukan calon pengantin.

“Bagaimana nih ayah? Apakah aku terima tantangan Titisari calon istriku ini?”

“Dengan doa restu ayah, Lesmana. Terimalah syarat yang diajukan ini.” Duryodana tak kalah terkejutnya seperti halnya Lesmana ataupun Banowati istrinya atas permintaan Titisari yang super aneh ini. Banowati menggenggam tangan Duryodana ketika Lesmana dan Titisari bersiap berlari mengelilingi lapangan.

Maka, perlombaan lari calon pengantin menarik perhatian hadirin. Titisari yang selalu olah kanugaran dengan mantap mengayunkan kakinya. Sangat berbeda dengan Lesmana. Belum dua ratus langkah nafasnya tersengal, keringat bercucuran. Kain yang dipakainya mengganggu langkah-langkahnya. Ujung kain terinjak, maka jatuhlah ia. Terjerembab di rerumputan alun-alun. Ia bangkit lagi, dan jatuh lagi.

Tingkah Lesmana yang berulang-ulang jatuh membuat para hadirin tertawa tiada henti. Apalagi satu persatu Lesmana melepas pakaian pengantin yang mengganggunya. Keadaan menjadi semakin lucu. Para tamu makin bersorak-sorai menyaksikan Titisari meledek keadaan Lesmana. Kasihan sekali, penampilan Lesmana demikian kacau balau.

Banowati menangis. Duryodana geram. Segera ia berteriak menghentikan adegan konyol tersebut. Ia menggelandang tangan Lesmana dan memasukkannya ke dalam mobil.

Rombongan Hastina pulang dengan perasaan malu dan kecewa. Upacara mantenan gagal total. Wurung.

Sesudahnya