Dia Naik Haji dengan Ilmunya

Dalam artikel-artikel sebelumnya saya sering menceritakan Ustadz Asnoor. Dia ini teman satu rombongan ketika ibadah haji tahun lalu. Usianya tiga atau empat tahun di atas saya. Di Tanah Haram sana, saya banyak menggali ilmu agama darinya.

Saya dan dia semakin akrab ketika di Arafah, semalaman kami berdiskusi sampai mata terpejam. Malam itu dia menceritakan pengalamannya sampai bisa berada di Tanah Haram.

Dia bekerja di sebuah perusahaan BUMN yang cukup sehat di negeri ini. Setiap tahun BUMN ini mampu memberangkatkan 3 orang karyawannya ke Tanah Haram. Sejak tiga tahun lalu, Ustadz Asnoor mengikuti proses seleksi dan baru di tahun ini mendapatkan peringkat pertama, berkat izin Gusti Allah dia lulus mengikuti program naik haji.

Proses seleksinya sangat ketat, selain persyaratan umum (misalnya dari prestasi, masa kerja, kedisiplinan, dan sebagainya) yang harus dipenuhi, ada test khusus tentang pengetahuan keislaman termasuk hafalan Qur’an. Cukup berat, saya rasa. Mengenai biaya naik haji tidak jadi masalah, semua full dibayarkan malah ditambah uang saku.

Sejak gagal dari seleksi pertama, dia terus belajar dan belajar sehingga ilmu yang dimilikinya semakin bertambah pula. Ustadz yang satu ini juga mempunyai dedikasi yang tinggi di bidang dakwah. Di rumahnya dia membuka madrasah untuk anak-anak, dia juga sering memberikan ceramah jika ada yang mengundangnya. Uniknya, jika ada yang mengundang untuk ceramah dia tidak mau dijemput atau diantar, dia akan datang dan pulang sendiri meskipun dengan naik kendaraan umum. Alasan pertama, dia bisa memperkirakan datang tepat waktu, prinsipnya lebih baik datang lebih dulu daripada jamaah menunggu dia datang. Yang kedua, naik kendaraan umum dia bisa istirahat, apalagi kalau tempat undangannya jauh dia bisa tidur di kendaraan. Kalau dijemput/diantar, pasti lebih dari satu orang dan sepanjang jalan tidak dapat istirahat karena pasti akan terjadi tanya jawab yang tiada berkesudahan. Istirahat yang cukup di kendaraan umum, esok hari ketika masuk kantor, badan masih segar. Begitu alasannya.

Ustadz Asnoor juga mengatakan bahwa dia bisa berangkat haji karena doa-doa orang-orang yang mengasihinya, keluarga dan murid-muridnya.

Karena ke Tanah Haram sendirian saja (tanpa didampingi istrinya), banyak waktunya dihabiskan di Masjidil Haram. Bahkan pada hari ke 10 berada di Masjidil Haram dia sudah mengkhatamkan Qur’an. Dari ribuan Qur’an yang ada di masjid, hanya Qur’an itu yang selalu dibaca, makanya setelah khatam dia menghubungi salah satu pengurus masjid untuk “meminta” Qur’an tersebut untuk dibawa pulang ke tanah air. Alhamdulillah, keinginannya terkabul membawa Qur’an dari Masjidil Haram. Nanti, ketika di Masjid Nabawi di Madinah Al Munawarah, dia melakukan hal yang sama. Jadi, pulang ke tanah air dia membawa 2 Qur’an dari 2 masjid yang suci dan agung.

Dalam beberapa kesempatan, ketika saya mendengarkan ceramahnya, dia menyelipkan pesan seperti ini :

Jadi, kalau ente yakin tidak bakalan bernasib seperti ane, maka mumpung masih muda segeralah pergi ke bank untuk membuka rekening tabungan haji, selanjutnya biarkan Allah yang mengisinya. Niat saja tidak cukup, kawan.

Semua itu berkat ilmu yang dimilikinya.