Di jalan kecil berdebu
dalam sebuah mimpi aku pergi
untuk mencari kekasih yang menjadi milikku
di kehidupan sebelumnya
Rumahnya berdiri
di ujung jalan yang terpencil.
Di tengah embusan lembut angin senja
burung meraknya
duduk terlelap di tempatnya bertengger,
dan merpati-merpati tenang di tempatnya
Diletakkannya lampunya di ambang pintu
dan [dia pun] berdiri di depanku.
Diangkatnya tatapan matanya
yang bulat ke wajahku
dan tanpa suara dia bertanya,
“Apakah kau benar-benar sahabatku?”
Kucoba menjawabnya,
tetapi bahasa kami sudah hilang dan terlupakan.
Aku berpikir dan berpikir;
bahkan nama kita pun
tak mampu kuingat lagi.
Airmata berkilatan di matanya.
Diulurkannya tangan kanannya kepadaku.
Kuraih, dan aku berdiri diam.
Satu lampu sudah bergoyang-goyang apinya
dalam embusan angin senja, dan padam.
~Rabindranath Tagore (1861-1914)~