Cita-cita jadi petani

Sekitar tahun 1980, Bapak membeli cassette tape recorder merk Telesonic berwarna biru muda. Waktu itu, jaringan listrik belum masuk ke rumahku. Tak hanya membeli tape recorder-nya saja, Bapak juga membeli beberapa kaset. Seingatku, kaset yang dibeli saat itu lagu-lagu yang top di tahun 1970an, juga beberapa kaset Waldjinah dan gending-gending Jawa. Pada minggu berikutnya, Bapak membeli kaset Jamal Mirdad dan Ebiet G. Ade sekaligus tiga album Camellia 1, Camellia 2, dan Camellia 3.

Aku tertarik pada kaset Ebiet G. Ade. Waktu aku putar album Camellia 2 dan aku langsung terpana pada lagu Cita-cita Kecil si Anak Desa. Setiap kali lagu itu habis aku akan pencet tombol rewind, kemudian aku ambil sampul kaset karena di dalamnya ada syair lagu.

Aku pernah punya cita-cita hidup jadi petani kecil / Tinggal di rumah desa dengan sawah di sekelilingku / Luas kebunku sehalaman ‘kan kutanami buah dan sayuran / Dan di kandang belakang rumah kupelihara bermacam-macam piaraan / Aku pasti akan hidup tenang, jauh dari bising kota yang kering dan kejam / Aku akan turun berkebun mengerjakan sawah ladangku sendiri / dan menuai padi yang kuning bernas dengan istri dan anakku / Memang cita-citaku sederhana sebab aku terlahir dari desa / Istriku harus cantik, lincah, dan gesit / Tapi ia juga harus cerdik dan pintar / Siapa tahu nanti aku ‘kan terpilih jadi kepala desa / ‘kan kubangkitkan semangat rakyatku dan kubangun desaku / Desaku pun pasti mengharap aku pulang / Akupun rindu membasahi bumi dengan keringatku / Tapi semua itu hanyalah tergantung padaNya jua / Tapi aku merasa bangga setidak-tidaknya ku punya cita-cita

Lagu itu sudah hapal betul di luar kepalaku. Tak heran, jika aku berdendang lagu itulah yang akan keluar dari mulutku. Lagu itu seperti mendoktrin batinku. Aku ingin jadi petani. Tapi tanah dari mana? Warisan orang tua? Tak mungkin, Bapakku tak punya sepetak pun sawah atawa kebun. Tanah yang dipunyai satu-satunya, ya tanah tempat berdirinya rumah kami. Tak luas.

Syahdan, aku sangat beruntung mempunyai Bapak dan Ibu yang sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya meskipun untuk hidup sehari-hari Bapak membanting tulang dan Ibu yang lihai betul mengatur keuangan keluarga. Aku tekuni sekolahku hingga tamat SMA. Alhamdulillah, Gusti Allah mengabulkan doaku. Aku bisa kuliah di Fakultas Pertanian, sebuah jalan menggapai Cita-cita Kecil si Anak Desa.

Kini aku tinggal di sebuah rumah desa, tepat di tengah areal perkebunan. Tinggal bersama istri dan anak-anak kami. Kini, aku betul-betul jadi petani, meskipun aku tiada mengerjakan sawah dengan padi yang kuning bernas. Sampai sekarang aku masih suka berdendang lagu Cita-cita Kecil si Anak Desa. Istri dan anak-anakku bahkan hapal betul dengan syair lagu yang diciptakan oleh Ebiet G. Ade pada tahun 1976 itu.

Note:
Artikel ini saya dedikasikan untuk my little brother yang sangat menyukai lagu Cita-cita Kecil si Anak Desa. Sebagian cita-cita kecilnya tersebut telah tergayuh. Inspirasi tulisan dari obrolan perjalanan Lampung – Bekasi.