Cara mBah Man menikmati pekerjaannya


Dua hari berada di Solo saya menyempatkan menengok mBah Man. Anda masih ingat mBah Man? Saya pernah menceritakan di sini. Seperti yang lalu, saya tidak melakukan komunikasi dengannya, hanya mengamati dari jarak sangat dekat.

Ada yang beda dengan keberadaan mBah Man kali ini. Dalam menunaikan pekerjaannya, ia ditemani oleh seorang nenek-nenek. Dalam waktu satu jam lebih saya tidak mendapatkan informasi, siapa nenek tersebut. Apakah cuma teman atawa istri dari mBah Man.

Nenek itu duduk manis di belakang “singgasana” mBah Man kotak besi warna orange, dengan “properti” utama cangkir plastik. Berikut percakapan mBah Man dengan orang-orang di sekitarnya yang sempat saya rekam dalam memori.

Heh, cangkirmu kuwi obah-obahna. Aja meneng wae, wong sing liwat ben nyemplungi dhuwit (Heh, cangkirmu itu digerak-gerakin. Jangan diam aja, orang yang lewat biar masukin uang)”, kata mBah Man pada si nenek.

Nenek itu pun mengikuti saran mBah Man. Memang, orang yang keluar toko akan memberikan recehnya di cangkir plastiknya mBah Man dan cangkirnya si nenek. Oh, rupanya mata si nenek katarak, karena ketika mendapatkan uang kertas ia melihatnya dengan cara mendekatkannya ke matanya.

Siang itu mulai gerimis. mBah Man bergurau.

Wis… wis.. awakmu melu ngemis dadi grimis.. ha… ha…. (wah.. dirimu ikut mengemis jadi gerimis)”, kata mBah Man.

Yo tak ngeyup sik (ya saya berteduh dulu)”, tukas si nenek.

Posisi duduk mBah Man di bawah kanopi, sehingga tidak kehujanan. Lalu, orang-orang yang keluar belanja dari toko memasukkan receh untuk cangkir plastik mBah Man. Rupanya, bunyi gemerincing receh mengusik perasaan si nenek.

Wah, aku ngeyup kene ora ana sing maringi (wah, saya berteduh di sini tidak ada yang memberi)!,” kata nenek.

Ya, balia mrene.. mengko rak tambah deres udane (ya, kembalilah ke sini, ntar makin deras hujannya)”, kata mBah Man.

Ketika ada seseorang yang memberikan receh ke mBah Man, ia berujar, “nika.. mbah wedok mbok nggih dipun paringi (itu, si nenek mbok juga dikasih).” Saya tersenyum dengan ucapan mBah Man itu.

Min, mbok lampune diurupne.. wong wis peteng ngene loh (Min, mbok lampunya dinyalakan, wong sudah gelap gini loh),” teriak mBah Man pada tukang becak yang berteduh di dekat mesin ATM. Semua yang mendengar gurauan mBah Man tertawa.

Ceklekane neng ngendi to mbah (skalarnya di mana toh mbah?),” Pak Min mengimbangi candaan mBah Man.

Ha… iki apa, tak kantongi (Ha.. ini apa, saya kantongi) ha..ha..!” jawab mBah Man.

Selebihnya, kegiatan mBah Man adalah memilah-milah recehan yang didapatnya, lalu dihitung, dimasukkan ke dalam plastik kemudian disimpan di brankasnya.