Burisrawa Tertangkap!

Antareja segera mengontak saudaranya, Gatotkaca. Bagaimana pun dendam kepada Burisrawa harus dituntaskan untuk mengobati sakit hati tantenya, Sembadra.

“Antareja, dalam membalas kesumat nanti jangan sampai membunuh Burisrawa loh ya?”

“Tante tenang saja. Aku hanya ingin memberikan efek jera ke Burisrawa keparat itu.”

“Tapi bagaimana caranya?”

“Sudahlah, tante honimun saja sama Om Jun, biar aku dan Gatotkaca yang membereskan soal ini. Ok, tanteku yang cantik?”

Sembadra pun hatinya tenang.

“Tapi, rencana balas dendam ini melibatkan tante juga kok. Tujuannya untuk memancing Burisrawa keluar dari persembunyiannya.”

“Loh, kok gitu sih. Aku masih trauma nih dengan sikap Burisrawa yang brangasan kemarin itu. Piye to iki. Emoh ah!”

“Stt… tenang tante…tenang. Begini. Burisrawa kan tahunya tante sudah marhum. Tentu di tempat persembunyiannya ia gelisah merasa bersalah telah dituduh membunuh wanita yang ia cintai. Tante kemarin sudah membaca testimoninya kan? Jadi, nanti coba menghubungi Burisrawa dan katakan kalau tante masih hidup dan ingin bertemu dengannya. Selanjutnya, biarkan aku dan Gatotkaca yang membereskan.”

“Ih.. aku bilang jangan ada pembunuhan!”

“Nggak tante… “

~oOo~

Gatotkaca pagi-pagi sudah menemui Antareja. Kedua anak Werkudara itu berbincang sangat serius dalam merencanakan menangkap Burisrawa.

“Bro, kamu tahu kan. Tak seorang pun tahu di mana keberadaan Burisrawa sekarang ini.”

“Begini Tot. Kita lacak keberadaannya melalui komunikasi BBM yang ia lakukan selama ini dengan media. Bahkan kemarin ia sempat muncul secara visual melalui fasilitas Skype. Hal ini tentu memudahkan kita melacak tempat persembunyiannya.”

“Konon ia berada di utara Amarta sana!”

“Kok kamu tahu, Bro?”

“Nah, pada saat terjadi komunikasi visual dengan Skype itu, si Burisrawa mengenakan topi pandan berpita. Bukankah topi pandan itu ciri khas dari negara di utara Amarta?”

“Tapi, bagaimana kalau ternyata ia masih di sekitaran wilayah Hastina?”

“Tentu hal ini akan makin memudahkan kita menangkapnya, kan? Tapi, bunyi jingle Roti Empuk yang terdengar ketika Burisrawa berkomunikasi dengan media Hastina kemarin itu bukankah menunjukkan ia masih berada di dalam negeri Hastina?”

“Begini saja. Kita kerahkan kesaktian yang kita miliki. Nanti kita minta bantuan saudara kita yang lain, Antasena.”

~oOo~

Ya, Werkudara a.k.a Bima memang mempunyai tiga anak lelaki yang sakti mandraguna. Gatotkaca, yang mempunyai kesaktian bisa terbang membelah angkasa. Lalu, Antareja yang bisa amblas bumi dan berjalan di bawah lapisan tanah. Kemudian Antasena, sang penguasa lautan. Ketiga anak Bima ini memang dipersiapkan untuk menjadi panglima angkatan udara, angkatan darat dan angkatan laut.

Mereka bertiga bersepakat memburu Burisrawa tanpa melibatkan aparat negara. Misi utama mereka menangkap dan memberi pelajaran kepada Burisrawa demi kehormatan Sembadra yang telah dilecehkan oleh Burisrawa.

Mereka berhasil mendeteksi posisi Burisrawa. Tetapi rupanya Burisrawa menyadari kalau ia diburu. Ia berpindah tempat persembunyiannya. Sesekali ia melakukan komunikasi dengan beberapa media di Hastina, membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya.

~oOo~

Sepandai-pandai tupai melompat, ia pun akan terjatuh juga. Perumpaan ini menimpa Burisrawa. Gatotkaca dan Antareja berhasil meringkus Burisrawa. Ia dibawa ke hadapan Sembadra.

“Oalah.. mBok Badra…. mBok Badra. Mohon ampuni diriku. Bukan maksudku melecehkanmu apalagi membunuhmu. Betapa diriku sangat mencintaimu wong ayu…. Janganlah kau  bunuh diriku. Berilah kesempatan kepadaku untuk memperbaiki diri. Tapi, izinkan diriku untuk tetap mencintaimu, meskipun dirimu telah bersuamikan Arjuna.”

Burisrawa meraung-raung minta pengampunan Sembadra. Sementara, kedua tangan Burisrawa masih dalam cengkraman tangan kokok Gatotkaca dan Antareja. Sembadra masih diam, tetapi sorot matanya tak lepas memandang marah ke arah Burisrawa.

“Tante, katakan kepada kami. Hukuman apa yang pantas diberikan kepada manusia keparat ini!”

“Gatot dan kamu, Antareja. Terserah kalian. Pesanku, jangan kalian kotori tangan kalian dengan membunuhnya. Takdir kematian Burisrawa tidak pada kalian.”

Sembadra berlalu dari hadapan mereka, tetapi sebelumnya ia layangkan satu tamparan keras ke arah pipi Burisrawa.

“O, terima kasih wong ayu…. terima kasih atas elusan lembut tanganmu di pipiku….ning… nang.. nong… ha..ha..ha…”

Burisrawa tertawa senang atas tamparan tangan orang yang ia cintai. Hal itu membuat geram Sembadra, lalu ia perintahkan ke Gatotkaca.

“Gatot, bungkam mulut Burisrawa keparat itu!”

Gatotkaca dan Antarareja menyeret tubuh gempal Burisrawa. Entah akan dibawa ke mana. Burisrawa berdendang:

O mBok Badra, Siang jadi pikiran, kalau malam jadi penghias mimpi-mimpiku. Jiwaku sedih dan diambang kehancuran merinduimu. Jeritanku sundhul langit ketujuh, memanggil-manggil namamu untuk penawar renjana. Oalah mBok Badra… mBok Badra…tahukah kamu, harum tubuhmu bak sihir yang tidak bisa aku hindari.