Mereka memanggilnya dengan sebutan Bunda. Jika ada seseorang yang memanggilnya dengan sebutan ibu, maka serta-merta ia akan merevisi ucapan orang tersebut dengan kata-kata “panggil saya Bunda”. Pada bulan-bulan pertama, banyak orang yang masih salah mengucapkan kata ibu di hadapannya, namun kini sebutan Bunda sudah terpatri untuknya saja.
Bunda ini sangat terkenal, bahkan jika ada orang yang rasan-rasan dengan menyebutkan nama Bunda orang dapat menebak jika Bunda yang ini yang dimaksud. Siapa sih Bunda ini?
Tengoklah koran (lokal), hampir saban hari wajahnya nongol di halaman pertama. Ada saja kegiatan Bunda yang diekspos oleh juru warta dari anjangsana ke panti asuhan, menanam pohon, meresmikan PAUD, atau seremoni-seremoni ibu-ibu Darma Wanita.
Loh, berarti ia pejabat dong? Bukan. Ia menjadi pendamping suaminya yang saat ini sedang berkuasa. Tetapi, kekuasaan Bunda ini jauh melebihi wewenang yang dimiliki oleh suaminya itu. Tak heran, orang-orang menyebutnya sebagai Bunda Ratu. Persis seorang permaisuri yang mampu menaklukkan sang raja di balik ketiaknya.
Tak hanya di koran saja wajahnya terpampang dengan aneka ekspresi, namun juga di baliho-baliho, di spanduk, di banner, di mana-mana hingga sudut ruang publik. Memuakkan memang, tapi bagaimana lagi wong ia sedang jadi Ratu-nya.
Para pejabat yang seharusnya tunduk kepada kebijakan suaminya, malah lebih takut kepada Bunda Ratu sebab Bunda Ratu sewaktu-waktu dapat menggeser posisi bahkan mencopot jabatan seseorang. Tak hanya itu, konon Bunda Ratu yang mengatur semua proyek. Siapa dapat pekerjaan apa, dengan potongan komisi sekian persen. Mengerikan sekali.
Sudah satu minggu ini Bunda Ratu tak muncul di muka umum. Menghilang entah ke mana. Gara-garanya, ia sedang dibidik oleh penegak hukum yang mencurigainya bermain kasar pada sebuah proyek ratusan milyar. Salah satu cecunguk-nya ketangkap basah sedang melakukan kegiatan suap-menyuap.
Rakyat bersorak gembira atas musibah yang menimpa Bunda Ratu. Mereka meluapkan kegembiraannya dengan mencorat-coret gambar Bunda Ratu yang terpampang di baliho-baliho, di spanduk, di banner, di mana-mana hingga sudut ruang publik. Wajah Bunda Ratu penuh coretan. Ada yang memberinya kumis atau menutup matanya dengan cat hitam.
Bunda Ratu mengetahui semua itu meski dari tempat persembunyiannya. Senjakala bagi Bunda Ratu, juga suaminya.