Bukan Satinah

Pada suatu hari, serombongan anggota DPR melakukan studi banding ke sebuah Negara Timur Tengah. Entah apa yang akan distudibandingi oleh mereka. Pada hari terakhir kunjungan, dilakukan acara jalan-jalan di pusat perbelanjaan, salah seorang anggota rombongan nyasar dan terpisah dari teman-temannya. Sial betul nasibnya, sebab ia diculik dan disandera oleh kelompok teroris.

Ketua rombongan kalang-kabut mencari temannya itu. Kantor kedutaan besar ikut sibuk mencari keberadaan anggota dewan yang raib di negeri orang. Sementara itu anggota rombongan yang lain was-was karena sudah sekian jam tak ada kabar tentang keberadaan anggota yang hilang padahal mereka harus pulang ke Tanah Air hari itu juga. Maka dengan terpaksa, rombongan anggota DPR itu pulang ke Tanah Air meninggalkan satu temannya.

Di Tanah Air sedang terjadi kehebohan tentang disanderanya anggota DPR oleh kelompok teroris yang meminta uang tebusan 19M. Nekjika dalam 48 jam uang tebusan tidak dibayar, maka anggota DPR yang disandera itu akan diguyur pakai bensin dan dibakar di tengah lapangan.

Angka 19M sangatlah besar, apalagi kondisi keuangan negara sedang defisit karena dikorup oleh pejabatnya. Teman-teman anggota DPR kasak-kusuk mencari sumbangan. Timbul ide mengumpulkan dana dari masyarakat seperti halnya ketika membebaskan Satinah dari hukum pancung dengan membayar diyat.

Tanpa diduga oleh siapa pun, ide tersebut mendapatkan sambutan luar biasa dari rakyat. Di mana-mana terdapat kotak sumbangan. Fenomena ini menarik perhatian media massa. Aneh betul, setiap orang yang menyumbang kok hanya Rp 6.500, kalau pun  ada yang lebih pasti kelipatan Rp 6.500.

Hal itu diamati oleh seorang wartawan televisi. Waktu ada seseorang yang memasukkan sumbangan ke kotak, wartawan itu buru-buru menghampiri dan bertanya, “Kenapa Anda menyumbang Rp 6.500?”

Orang yang menyumbang itu nyengir di depan kamera lalu menjawab, “Untuk tambahan beli bensin!”

Note: Tulisan ini dikembangbiakkan dari humor politik yang telah beredar di dunia maya