Bima mencari air suci

Istana Hastinapura bagian kiri – tempat tinggal Kunti dan kelima anaknya – terasa menegangkan, pasalnya hingga saat ini mereka menanti kedatangan Bima yang sedang menunaikan tugas dari Profesor Drona untuk mendapatkan air suci yang bernama Tirta Prawita Sari. Kepergian Bima membuat was-was Kunti dan keempat saudaranya, sebab tugas yang diemban Bima itu sungguh berat.

Betapa tidak, tempat air suci itu berada di Gunung Reksamuka, sebuah gunung yang terkenal sangat angker yang dihuni oleh dua raksasa jahat, Rukmuka dan Rukmakala. Arjuna menenangkan hati ibunya, karena ia yakin kalau kakaknya yang perkasa itu mampu melaksanakan tugas seberat apapun.

Tanpa mereka ketahui, ternyata Bima sedang berada di balairung istana menghadap Resi Drona dan Prabu Duryodana untuk melaporkan tugas yang diembannya.

“Guru, air suci Tirta Prawita Sari ternyata tidak ada di Gunung Reksamuka. Saya sudah mengobrak-abrik gunung itu dan bertarung dengan Rukmuka dan Rukmakala. Bahkan keduanya saya taklukkan. Mohon petunjuk guru selanjutnya,” ujar Bima.

Resi Drona dan Duryodana menghela nafas panjang bersamaan. Dalam hati keduanya geram, kenapa Bima bisa kembali ke istana, seharusnya ia sudah tewas dilumat oleh kedua raksasa penunggu Gunung Reksamuka. Drona lalu angkat bicara.

“Begini, memang benar Tirta Prawita Sari tidak ada di Gunung Reksamuka. Menurut wisik yang aku terima dalam tapa tadi malam, air suci itu berada di dasar samudera. Sekarang berangkatlah ke sana, dan bawa air suci itu kepadaku. Aku merestuimu, Bima!” kata Resi Drona.

Bima pamit meninggalkan pasewakan untuk segera pergi ke dasar samudera. Ia berkeyakinan bahwa betul atau tidak, titah seorang guru kalau dilaksanakan pasti akan membawa manfaat. Dari balik punggung Bima yang berjalan meninggalkan balairung, Resi Drona tersenyum dan menanggukkan kepala kepada Duryodana.

***

Kunti terkejut ketika Bima datang menemuinya dalam keadaan sehat tak kurang satu apa. Bahkan ia terlihat semakin perkasa. Yudhistira, Arjuna, dan si kembar Nakula dan Sadewa pun tak kalah terkejutnya melihat kedatangan Bima. Mereka saling berpelukan.

Belum sempurna keterkejutan mereka, Bima berkata kalau ia mesti meninggalkan mereka lagi sebab tugas menemukan air suci belum selesai.

“Ibu, kini aku diperintahkan guru Drona mencari air suci di dasar samudera. Mohon doa restunya,” ucap Bima.

Ibu mana yang tak kuatir pada keselamatan anaknya. Baru saja Kunti merasa bahagia atas kembalinya Bima dari Gunung Reksamuka dalam keadaan selamat, kini ia harus berpisah lagi dengan anak yang dikasihinya itu. Tapi perintah seorang guru mesti ditunaikan, dan Kunti pun memberi restunya.

“Bima anakku, sebelumnya kamu ceritakan dulu apa yang terjadi di Gunung Reksamuka?” kata Kunti.

Bima duduk semakin mendekati Kunti, sementara keempat saudaranya dengan takzim tetap duduk di tempatnya masing-masing siap mendengar kisah yang akan dituturkan Bima.

Ketika tiba di puncak gunung, aku mencari sumber air suci. Berhari-hari aku menerjang hutan dan meng0brak-abrik savana. Bahkan aku juga menyibak kebunnya, di sana aku sempat teringat cangkriman ibu tentang wiwowite lesmbadonge. Tak ada aku temukan air suci itu. Pada hari kesembilan, datanglah dua raksasa menemuiku. Mereka marah karena gunung aku bongkar. Kedua raksasa ingin menangkapku. Kami bertarung sangat lama, akhirnya aku mengalahkan mereka. Ketika keduanya aku bunuh, mendadak mereka berubah menjadi Dewa Indra dan Dewa Bayu.

Kedua dewa itu memberiku ikat pinggang yang bernama Cinde Wilis. Jika aku memakainya semakin kuat tubuhku. Mereka juga mengatakan kalau air suci Tirta Prawita Sari nggak ada di Gunung Reksamuka dan minta kepadaku kembali ke guru Drona.

“Itulah kisahnya, ibu. Kini aku mohon pamit untuk mencari air suci di dasar samudera!” kata Bima sambil menyentuh lutut ibunya.

Dengan berat hati, Kunti dan keempat saudara Bima melepas kepergian lelaki perkasa anak kedua Pandudewanata itu.