Ditohok

Coffee break kali ini sangat saya tunggu-tunggu datangnya. Pada suatu workshop yang saya ikuti, saya ingin segera ngopi. Entah, pokoknya ingin ngopi. Pahit lagi.

Memang, pada sarapan pagi harinya sengaja saya ndak ngopi untuk menghindari ‘terlalu sering pipis’ akibat kedinginan AC hotel yang temperaturnya sangat rendah itu. Saya memang pelan-pelan mengurangi konsumsi minum kopi, dari 3 gelas sehari menjadi 2 gelas dan sekarang dalam proses segelas per hari nya.

Dan coffee break adalah kesempatan saya ngopi di hari itu. Wis, pengin bingits.

***

Antrian orang yang mau ambil snack plus teh atau kopi panjang betul. Pas giliran saya, kok seduhan kopinya habis. Begitu juga seduhan tehnya (lah iya, wong alat seduhnya jadi satu. Bukan cuma saya yang belum kebagian minuman panas tersebut, beberapa orang di belakang atrian saya pun demikian. Sambil menunggu petugas mengisi seduhan, saya menikmati snack yang disajikan.

Petugas datang membawa seduhan baru. Orang-orang pada menyerbu, termasuk dua orang wanita peserta workshop.

Wanita pertama menyeduh teh. Berikutnya, saya dan wanita kedua bebarengan meletakkan cangkir di bawah kran seduhan kopi. Ia – wanita kedua itu, menarik cangkirnya.

“O, Bapak juga mau ngopi ya. Silakan duluan….,” katanya ramah. Wong sambil tersenyum manis.

“Terima kasih!” jawab saya singkat sambil meletakkan cangkir saya di bawah kran.

“Hmm… saya kira Bapak akan bersikap jentelmen dengan mempersilakan saya untuk duluan ambil kopi!” katanya lagi. Masih dengan sikap ramah, tak lupa memberikan senyum manisnya.

Deg!

Iya. Wanita itu betul sekali. Kenapa kali ini saya tidak mengalah – yang sudah menjadi adat saya – malah seperti bersifat egois ya?

Apa gara-gara saya ingin sekali minum kopi, hingga timbul ego saya?

“O, bukan tidak jentelmen, bu. Saya hanya ingin menerima kebaikan ibu memberikan kesempatan kepada saya untuk ngopi duluan. Saya sungguh mengapreasi sikap ibu,” jelas sekali kalau saya pakai jurus ngeles belaka.

Tapi sesungguhnya saya sedang menyesali diri oleh sikap saya yang ndak mau mengalah. Kopi saya terasa makin pahit saja.