Berkunjung ke Negeri Socrates

Delapan orang lelaki itu berdiri ragu-ragu di depan gerbang Padepokan Socrates yang berada di Deontología Odikón Athena. Mereka saling berdebat satu dengan yang lain.

“Bukankah warga di negeri kita sudah tahu, kalau kita berkunjung ke sini ingin studi banding masalah etika politik dan kedisiplinan. Kita harus melanjutkan langkah kaki masuk ke Padepokan Socrates ini,” kata Sirahwatu, kepala rombongan.

“Alaa… gitu aja dipikirin. Ngapain kita repot-repot ketemu dengan Socrates toh nggak ada wartawan yang ikut rombongan kita. Sudah, sekarang kita lanjutkan plesir kita. Bukankah rencana hari ini kita mengunjungi Akroplis?” kata Atipeteng.

“Oke, begini saja, besok kita kembali ke sini lagi. Hari ini kita lanjutkan acara hepi-hepi kita. Toh, di sini kita masih punya waktu dua hari lagi. Okeh… okeh…?” usul Sirahwatu bangga.

Karena mereka sudah terbiasa bilang setuju, maka usul Sirahwatu mendapatkan persetujuan secara aklamasi di antara mereka.

“Lah, tapi para nyonyah kita ada di mana?” tanya Sirahwatu.

“Katanya sih lagi pada di Teater Herodes Atticus!” jawab Raigedek.

Ketika mereka akan berbalik arah, pintu gerbang Padepokan Socrates terbuka. Seseorang menghampiri mereka. Setelah terjadi diskusi kecil, disepakati mereka akan kembali esok harinya.

~oOo~

Keesokan harinya. Kedelapan orang lelaki diterima oleh Plato, pemimpin Padepokan Socrates di ruang Trapezaría. Konon, pihak Padepokan Socrates sebelumnya sudah mengadakan investigasi bahwa para tamunya itu punya hobi makan dan minum, maka diterima di ruang Trapezaría.

“Mohon maaf sebelumnya, Tuan Socrates ke mana?” tanya Sirahwatu.

“Lho, sampeyan semua ini bagaimana, apa tidak membaca berita kalau Tuan Socrates sudah meninggal lima belas tahun lalu. Sebagai murid kinasihnya, saya yang menjadi pimpinan Padepokan ini,” jawab Plato.

Plato adalah murid Socrates, di mana pemikiran Plato banyak dipengaruhi oleh sang guru. Plato sendiri adalah guru dari Aristoteles. Karya Plato yang paling terkenal yakni Republik (dalam bahasa Yunani Politeia) yang di dalamnya berisi uraian garis besar pandangannya pada negeri dalam keadaan ideal.

“Ha..ha… kalau begitu pas benar kunjungan kami ke sini Tuan Plato. Kami ingin mengetahui lebih detil lagi karya Anda. Siapa tahu nanti bisa diaplikasikan di negeri kami,” kata kepala rombongan.

Plato mengerutkan dahinya. Ia merasa mendapatkan kunjungan tamu-tamu yang sangat aneh.

“Anda semua dari negeri yang dinamakan Atlantis itu bukan?” tanya Plato menyelidik, “benua yang hilang lalu timbul menjadi Nusantara?”

“Ya..ya… benar..benar… kami dari Nusantara,” jawab Sirahwatu, meskipun dalam hati ia merasa baru mengetahui kalau negerinya itu Atlantis yang hilang.

“Kalau untuk belajar etika politik dan disiplin kenapa Anda semua jauh-jauh datang ke Athena? Bukankah Anda bisa mempelajari Kitab-kitab karya para Mpu yang mumpuni yang dilahirkan Nusantara? Ada Mpu Tantular, Mpu Sedah atau Mpu Panuluh!” tegas Plato.

“Anu… tuan… ,” jawab Sirahwatu grogi.

“Kalian tahu, ilmu etika politik di negeri saya nggak cocok diterapkan untuk politik modern seperti negeri kalian. Kalau boleh usul, seharusnya kalian melakukan pembelajaran …. “, Plato menghentikan pembicaraan karena dipotong oleh Sirahwatu.

“Bukan pembelajaran Tuan, tapi studi banding,” sela Sirahwatu.

“Ya..ya.. apa pun namanya itu, seharusnya kalian studi banding ke Jepang. Etika politiknya sungguh joss. Ketika seorang pejabat melakukan kesalahan ia mengundurkan diri, bahkan melakukan harakiri. Perkara disiplinnya pun nggak perlu diragukan lagi,” lanjut Plato.

“Aduh…Tuan Plato, kasihlah kami sedikit ilmu, untuk oleh-oleh bagi rakyat kami di Nusantara,” rajuk si kepala rombongan.

“Okelah kalau begitu. Voithós, tolong ambilkan gulungan papirus yang saya buat semalam!” Pluto menyuruh asisten pribadinya untuk mengambil dokumen yang sengaja sudah dipersiapkan untuk para delegasi Nusantara.

Kedelapan orang lelaki senang bukan kepalang. Kunjungan ke Padepokan Socrates tidak sia-sia belaka. Mereka akan menunjukkan kepada khalayak Nusantara, kalau mereka tidak menghambur-hamburkan uang rakyat. Gulungan papirus yang jadi buktinya.

Ketika sampai di hotel tempat mereka menginap, Raigedek tidak sabar untuk mengetahui apa isi gulungan papirus itu.

“Pak Sirahwatu, cepetan buka papirusnya. Kita harus membacanya sekarang. Besok ketika kita konferensi press di bandara kita nggak kelihatan bego di depan khalayak,” rayu Raigedek yang tidak bisa lepas dari BB-nya itu.

Gulungan papirus pun dibuka. Mata Sirahwatu membelalak membaca isinya. Pun dengan Raigedek. Lalu, papirus itu secara bergiliran diangsurkan ke orang di sebelahnya.

Anda – pembaca Padeblogan, ingin membaca juga isi papirus yang ditulis oleh Plato? Inilah isinya:

Diátagma tou Plátona gia tous episképtes

O lógos gia ton opoío tóra érchontai stin Athína, gia ti meléti tis politikís ithikís kai peitharchías.

Enó i chóra eíche triánta éxi simeía Pancasila.

Terjemahan bebasnya:

Maklumat Plato untuk para tamunya

Wahai, ngapain kalian jauh-jauh datang ke Athena, untuk belajar etika politik dan disiplin.

Sementara negaramu punya tiga puluh enam butir pengamalan Pancasila

Anda masih ingat 36 butir pengalaman Pancasila, bukan?

Ketuhanan Yang Maha Esa

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Persatuan Indonesia
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
6. Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Hidup PANCASILA! Salam manis dari mantan peserta Penataran P4 Pola 100 jam.