Merapi

Dua puluh tahunan lalu, di suatu tengah malam di atas jembatan layang Lempuyangan Yogyakarta. Cuaca sangat cerah, beberapa orang berdiri di sana menghadap ke arah utara, tepatnya ke arah puncak Gunung Merapi. Ada suatu pemandangan yang sangat indah, Merapi memuntahkan lelehan bara api dari perutnya. Merah menyala.

~oOo~

Hubungan antara Merapi, Keraton Ngayogyakarta dan Laut Selatan sudah ada sejak Kerajaan Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati dulu. Ketiganya merupakan garis lurus yang saling terhubung, masing-masing mempunyai mitos yang melingkupinya.

Dahulu sekali, tersebutlah seseorang punggawa keraton yang bernama KI Juru Taman yang dititipi sebutir telur oleh Panembahan Senopati dengan pesan agar disimpan, jangan dimakan. Karena Ki Juru Taman penasaran dengan rasa telur itu maka ia memakannya. Akibatnya, ia berubah wujud menjadi manusia raksasa yang begitu mengerikan.

Ki Juru Taman segera menghadap Panembahan Senopati untuk meminta ampun atas kelancangannya memakan telur titipan. Hati Panembahan Senopati luluh, dan meminta Ki Juru Taman tidak tinggal di keraton tetapi disuruh berdiam di Gunung Merapi. Nama Ki Juru Taman pun diubah menjadi Kyai Sapujagad. Maka sejak saat itu, Kyai Sapujagad menjadi penjaga Gunung Merapi.

Selain Kyai Sapujagad, ada tiga lagi penjaga Gunung Merapi yang lain, yaitu Kyai Petruk sebagai penguasa lahar panas, Nyai Kendit dikenal dengan Dewi Hujan, dan Dewi Gadung Melati penguasa debu.

~oOo~

“Maka, kalau kamu mendaki Merapi selalu ada pesan jangan mengganggu ketentraman Kyai Sapujagad bukan?” kata si mBah bersorjan lengkap yang berdiri di sebelah saya. Saya mengiyakan, takzim.

“Lalu, apakah Merapi itu akan batuk dan muntah-muntah mBah?” tanya saya.

“Ada pertanda gaib yang dipercaya sebagian masyarakat sebagai peringatan akan datangnya bencana. Selama belum ada suara gemerincing dan kilat menyambar di atas puncak, Merapi belum akan batuk-batuk atawa memuntahkan isi perutnya. Datangnya kapan, tidak ada yang tahu,” jawab si mBah.

“Memangnya, itu suara apa toh mBah?” tanya saya lagi.

“Itu suara rombongan kereta kencana dari Kerajaan Merapi ke Laut Selatan melewati jalur kali dan lahar, disertai dengan kilat menyambar di atas puncaknya. Itulah pertanda Merapi akan muntah, mengirim lahar yang nantinya akan memberikan penghidupan bagi masyarakat yang hidup di lerengnya, berupa tanah yang subur dan pasir kualitas tinggi. Dan tugasnya Kyai Sapujagad untuk menghentikan lahar dingin dan membentuknya menjadi gundukan-gundukan bukit yang berfungsi menahan arus lahar ketika terjadi bencana,” si mBah menjelaskan panjang lebar.

Inggih, mBah,” jawab saya singkat

“Bersahabatlah dengan alam semesta. Pahami perasaan mereka!” kata si mBah sambil memandang puncak Merapi.