Berhaji, menambah kemesraan

Ketika menghadiri acara pamitan haji seorang kawan, saya mendengar uraian Pak Ustadz yang berceramah, intinya pergi haji itu dapat menumbuhkan dan mempererat kekerabatan antar jamaah, baik itu statusnya orang lain atawa keluarga sendiri. Bahkan dalam hubungan keluarga akan menambah kemesraan.

Ya, saya sepakat dengan pendapat Pak Ustadz tersebut. Betapa tidak, hidup bersama selama 24 jam X 40 hari di Tanah Haram kita dituntut untuk memahami perbedaan sikap, sifat dan perilaku orang lain di negeri orang. Ternyata, perbedaan itu sangat indah. Di sana harus membuang jauh-jauh sifat egois, karena sikap yang sangat dibutuhkan adalah saling membantu dan menolong. Tak heran, sepulang berhaji nanti hubungan silaturahim antar jamaah masih terjalin baik di Tanah Air.

~oOo~

Jika di Tanah Air berinteraksi  dengan pasangan kita paling banter selama 8 jam sehari, selebihnya waktu habis untuk beraktifitas di tempat kerja atawa tempat lain. Saat berhaji di Tanah Haram, 24 jam full bersamanya. Kebersamaan ini sudah dimulai sejak proses pendaftaran haji, datang bersama ke acara manasik haji, tes kesehatan, membuat paspor, dan sebagainya.

Di Tanah Air tak biasa bergandengan tangan, di Tanah Haram sana saban hari bergandengan tangan: pergi atawa pulang dari Masjidil Haram atawa Masjid Nabawi, perilaku sepert ini sangat wajar di tengah ribuan orang seperti itu, wajar saja mereka bergandengan agar satu sama lain tidak terpisah. Kalau sudah terpisah, bisa berabe urusannya apalagi salah satunya tidak tahu jalan pulang. Dalam rangkaian ibadah haji pun demikian, dari tawaf, sa’i, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, sampai melempar jumrah.

Pun kegiatan sehari-hari di maktab, banyak kegiatan bersama yang dilakukan berdua seperti mencuci pakaian, membeli makanan, ke masjid terdekat maktab, belanja atawa ke mana pun. Beruntunglah bagi Anda yang bisa beribadah haji berdua dengan pasangan Anda.

Untuk jaga diri dan untuk menghindari hal yang tak diinginkan, ada beberapa tips:

    1. Jika naik taksi suami masuk lebih dulu, baru kemudian sang istri. Turun dari taksi sebaliknya, istri turun duluan baru disusul oleh suami. Naik taksi atawa angkot akan sering dilakukan ketika kita melakukan ibadah umrah atawa ketinggalan bus jemputan ke Masjidil Haram.
    2. Jika istri mau ke toilet Masjidil Haram/Masjid Nabawi usahakan jangan sendiri, ada orang lain yang menemaninya. Sementara suami bisa menunggu di pintu masuk kompleks toilet karena toilet kedua masjid tersebut sangat luas.
    3. Ketika keluar dari Masjidil Haram/Masjid Nabawi setelah selesai shalat buatlah perjanjian dengan pasangan Anda di mana nanti bertemunya, misalnya di depan pintu masjid nomor sekian, di dekat restoran X, dan sebagainya. Di Masjid Nabawi jamaah pria dan wanita dipisahkan, sementara di Masjidil Haram pada tempat-tempat tertentu (misalnya di tempat sa’i atawa depan Ka’bah) jamaah pria dan wanita sulit dipisahkan sehingga bisa shalat bersebelahan, namun di shaf lain, antara jamaah pria dan wanita terpisah. Daripada saling nelpon menanyakan posisi di mana, jauh lebih efektif melakukan perjanjian tempat bertemu.

Namun apakah setiap pasangan yang berhaji akan bertambah mesra? Jawabannya belum tentu. Ada saja hal-hal sepele yang menyebabkan pasangan suami-istri bertengkar dan dibawa ke Tanah Air.

Saling mengalah dan memahami keinginan pasangan rasanya resep yang paling jitu untuk menghindari perselisihan. Di sinilah pentingnya mengerti manasik haji.

Selamat berhaji, semoga menjadi haji yang mabrur.