Bergerak menuju ibu #8

Aku membuat makanan untuk Kanjeng Nabi dan ayahku ketika mereka hendak bertolak ke Madinah untuk berhijrah. Aku berkata kepada ayahku kalau tidak membawa sesuatu untuk mengikat makanan kecuali selendang pinggangku ini. Kemudian ayahku berkata, “Belahlah selendangmu menjadi dua” Aku pun mengikuti perkataannya, maka sejak itu aku dijuluki dzaatun nithaaqain atau perempuan pemilik dua selendang.

Setiap berkunjung ke sekitaran Jabal Tsur, saya selalu teringat kisah heroik  seorang perempuan sahabat Nabi yang masuk Islam generasi pertama. Ia adalah Asma putri Abu Bakar. Dalam keadaan hamil tua, ia diberi amanah mengirim makanan ke Gua Tsur tempat Kanjeng Nabi dan Abu Bakar bersembunyi dari kejaran kaum kafir dalam perjalanan hijrah ke Madinah.

Jarak Kota Mekkah ke Gua Tsur yang terdapat di puncak gunung itu sekitar 14 km pp, yang terjal dan berbatu. Dengan selendang yang dibelah itu Asma membawa makanan untuk Kanjeng Nabi dan Abu Bakar. Dalam kondisi hamil tua, Asma masih sanggup melayani Rasulullah dan sahabat terdekatnya, sampai-sampai ia diteror oleh Abu Jahal untuk membuka mulut di mana keberadaan Kanjeng Nabi dan Abu Bakar. Asma keukeuh dengan pendiriannya meskipun sebuah tamparan tangan Abu Jahal telah membuat luka di wajahnya.

Saya yang telah berkecimpung di bidang customer satisfaction lebih dari 20 tahun, kisah Asma binti Abu Bakar sangatlah menginspirasi saya bagaimana melayani customer saya.

***

Bisnis di bidang biro travel perjalanan umrah/haji sesungguhnya sebuah bisnis pelayanan kepada para jamaah tetamu Allah. Sebesar apapun biaya yang dikeluarkan oleh jamaah – apalagi kalau berbiaya mahal – harus diujudkan menjadi pelayanan terbaik yang bisa dirasakan oleh para jamaah.

“Umrah sing saiki ragade pira, No?” tanya ibu saya pas kami menikmati nasi biryani selepas menyelesaikan ritual umrah pertama kemarin.

Saya menjawab dengan angka tertentu, kira-kira sedikit di bawah ONH 2015 kemarin.

“O, jebule larang. Kok entuke ngene?” kata ibu saya lagi. Mungkin ibu membandingkan dengan umrah-umrah sebelumnya yang ia ikuti dulu.

Sing penting pas mertamu neng nggone Kanjeng Nabi wingi lan Baitullah saiki, sabar lan ikhlas,” jawab saya.

Ibu mengiyakan pendapat saya tersebut.