Banowati memilih setia (2)

Kasihan betul Arjuna. Ia semakin gelisah saja, berdekatan dengan kekasihnya namun tak bisa mengungkapkan isi hatinya. Tanpa terasa, kue spesial itu selesai sudah dibikin oleh Banowati.

“Untuk kalian, aku ucapkan terima kasih sudah membantuku membuat tart ini,” kata Banowati kepada para babu, kenes. Ia kemudian menyimpan tart yang akan disajikan esok hari bagi Duryodana.

Arjuna mengumpat dalam hati, apakah Banowati tak merasakan getaran rindu ketika berdekatan denganku? Sudah lupakah ia kepadaku? Tatapan matanya mengikuti ke mana arah kaki Banowati melangkah. Banowati masuk kamarnya. Arjuna menandai pintu kamar itu dan malam hari ia ingin memasuki kamar itu untuk bertemu dengan Banowati.

Malam itu Arjuna gagal memasuki kamar Banowati karena penjagaan di lorong menuju kamar raja dijaga sangat ketat. Kesaktian Arjuna tiada artinya, tersebab ia lebih memilih aman sebagai mata-mata daripada membuat kegaduhan di istana Hastinapura. Tak ada jalan lain ia naik ke atas atap, setidaknya bisa mengintip apa yang dilakukan Banowati di kamarnya.

Duryodana melepas penat dengan berbaring di sebelah Banowati dan cepat memejamkan mata. Tak lama kemudian terdengar dengkuran lembut dari hidung Raja Hastinapura itu. Di atas pembaringan, Banowati gelisah setiap habis menjenguk jam dinding di kamarnya. Ketika jarum jam menunjuk ke angka 12:01, Banowati bangkit lalu mengecup pipi dan jidat suaminya. Duryodana terbangun. “Selamat ulang tahun, suamiku tersayang,” Banowati berbisik manja. Banowati ingin memberikan hadiah terindah bagi suaminya yang kini berusia lima puluh tahun.

Mereka saling menatap, embusan angin yang dahsyat seakan memenuhi kamar pengantin mereka, menyapu semua ketakutan, keraguan dan kegelisahan. Penuh kerinduan, tangan mereka saling bersentuhan, mereka berpagutan. Inikah angin atawa apikah yang menelan mereka? Gelombang demi gelombang datang berdeburan membuat mereka semakin mendekat, semakin meneguhkan gelora di dada mereka. Hanya hembusan nafas mereka yang terdengar. Denyut sang Perkasa oleh tarian sang Pelindung, sontak membuat laut berombak dahsyat kemudian menyatukan mereka. Dalam damai sejati.

Mata Arjuna dengan jelas menyaksikan semua itu. Hatinya terbakar cemburu yang sangat hebat. Sebuah energi cemburu yang dapat meretakkan dinding-dinding istana Hastipura. Hatinya bertanya-tanya, apa yang telah berubah dari hati Banowati? Sudahkah Banowati melupakan dirinya? Eh?

Arjuna dhelek-dhelek di atas atap kamar raja Hastinapura. Seandainya ia saat itu tak berujud seorang banci, menghajar Duryodana. Jun, bukankah Duryodana lebih berhak atas Banowati, secara ia suami yang sah dari Banowati? Nggak salah dong kalau ia memilih lebih bersetia kepada suaminya? Hati Arjuna bergolak. Fikirannya menerawang menuju momen kebersamaan dengan Banowati.  

Duh, Dewata yang Agung tolong hapuskan kutukan banci keparat ini. Tanpa disadari, Arjuna terduduk di atas atap hingga pagi menjelang.