Baju Koko

Shalat taraweh saya semakin nyaman ketika saya menggunakan sarung dan baju koko. Siapa sih yang tidak mengenal baju koko? Ya, baju koko gampang sekali dikenali dari wujudnya yakni longgar, lengan panjang, tanpa kerah dengan variasi sekitar bagian leher atau di bagian dada. Ada yang memakai saku, ada yang tidak. Dan baju koko seolah menjadi busana wajib bagi muslim atau setidaknya menjadi identitas kemusliman pemakainya.

Kemusliman seseorang seharusnya dibuktikan dengan sikap dan perilaku sehari-harinya, bukan dari busana muslim yang dikenakan, toh? Jangan hanya dengan memakai baju yang identik sebagai busana muslim, lalu merasa pantas telah menjadi muslim yang baik.

Model baju koko mengalami kemajuan yang luar biasa. Saya tinggal pilih, mau yang model Itang Yunaz, Ustadz Jeffry a.k.a Uje, SBY yang terkenal berwarna biru dan merah maron itu atau baju koko model Pasha Ungu atau Ridho Rhoma? Tergantung isi kantong saja, kok.

Tetapi, baju koko yang saya gunakan untuk shalat saya memilih yang berbahan katun (gampang menyerap keringat) dan sedikit longgar dari badan saya. Modelnya tidak berkancing banyak, paling 2 (dua) kancing yang cara memakainya seperti T-Shirt. Saya tidak fanatik menggunakan warna putih.

Lalu, bagaimana ceritanya baju koko menjadi busana muslim? Konon, di abad 19 baju koko telah dipakai oleh kaum muslim Tionghoa sebagai lambang perjuangan mereka dalam membentuk identitas sebagai Tionghoa sekaligus pemeluk Islam. Menurut Arif Akhyat – ahli sejarah UGM seperti dikutip dari Kompas, 4 September 2010, ketika itu Belanda mencegah mereka memeluk Islam karena tidak ingin ada kedekatan antara Tionghoa dan muslim pribumi. Kedekatan ini dikuatirkan bisa memicu perlawanan. Jadi, baju koko dikenakan untuk menyiasati politik divide et impera Belanda.

“Untuk menghindari kecurigaan Belanda, muslim Tionghoa memakai baju itu setiap kali ke masjid. Dengan begitu, mereka mempertahankan identitas Tionghoa sekaligus menyesuaikan dengan Islam,” kata Arif.

Kenapa dinamai baju koko ya? Istilah koko mungkin diambil dari panggilan pria dewasa Tionghoa, yaitu engkoh, kakak, atau koko.

Selain baju koko kita kenal juga baju takwa, model baju hasil perpaduan tui-khim (baju sehari-hari lelaki Tionghoa) dengan surjan – pakaian tradisional Jawa. Cirinya, baju berkerah tegak dengan lengan panjang mirip jas Jawa. Itu loh seperti yang dipakai oleh Kanjeng Sunan Kalijaga atau baju yang dipakai oleh Kiai Ahmad Dahlan, dalam film Sang Pencerah.

Baju koko Anda modelnya seperti apa?