Malam tahun baru kali ini terasa istimewa bagi saya. Bukan karena saya merayakan pergantian tahun, yang seumur-umur saya belum pernah sengaja lek-lekan hanya untuk menunggu detik-detik pergantian tanggal dari 31 Desember menjadi 1 Januari, lalu meniup terompet dan kemudian saling memberi ucapan selamat tahun baru. Istimewanya malam ini karena sejak matahari menuju senja tadi, hari telah berganti dari Selasa Wage menjadi Rabu Kliwon.
Ya, tanggal 1 Januari 2014 besok tepat berada di Rabu Kliwon, weton saya. Saban malam weton, saya akan lek-lekan – setidaknya hingga dua pertiga malam – untuk diam sejenak mensyukuri hidup yang telah diberikan oleh Gusti Allah kepada saya. Padha gulangen ing kalbu, ing sasmita amrih lantip, aja pijer mangan nendra, kaprawiran den kaesthi, pesunen sariranira, sudanen dhahar lan guling.1 Mungkin malam ini saya nggak akan begitu khusyuk dalam diam, karena bisa jadi akan terdengar aneka bunyi terompet dan kembang api mercon tahun baru yang saling bersahutan.
Tanggal 1 Januari yang jatuh di Rabu Kliwon, akan terulang lagi pada tahun 2053! Jika saya masih bisa menangi tanggal tersebut, usia saya sudah 86 tahun. Jadi, malam ini merupakan kesempatan yang langka, sebab 1 Januari jatuh di weton saya akan terjadi 39 tahun lagi. Pernah juga terjadi tanggal 1 Januari di Rabu Kliwon tahun 1975, saat itu saya masih klas 2 SD dan yang pasti ibu saya membuatkan inthuk-inthuk.
~oOo~
Cepat sekali waktu berlalu. Hari berganti minggu, lalu berganti bulan dan tahu-tahu sudah di ujung tahun 2013. Hidup hanya sawang-sinawang belaka. Belum tentu apa yang kita lihat pada orang lain, demikian adanya. Orang yang kita kira kaya raya belum tentu berlimpah hartanya. Sebaliknya, orang yang kita lihat miskin belum tentu ia papa harta. Tengok sejenak ke belakang, apa yang sudah kita lakukan untuk sesama. Bukankah nilai kemanusiaan kita diukur dari berapa besar manfaat kita bagi sesama?
Rumus jitu dalam menjalani penghidupan yang diajarkan Kanjeng Nabi adalah hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, hari esok harus lebih baik daripada hari ini. Jika pun sama saja kita sudah termasuk orang yang merugi apalagi kalau hari ini lebih buruk dari hari kemarin. Kuncinya mensyukuri hidup. Bukankah Gusti Allah akan menambahkan nikmat-Nya jika kita pandai bersyukur?
~oOo~
Tahun 2014 bershio Kuda, sebuah simbol kecerdasan, kemandirian, dan berjiwa merdeka. Kuda juga berarti harus bergerak bahkan berlari kencang agar tak tergilas oleh zaman. Tahun 2014 kita harus lebih cerdas dalam bertindak, lebih mandiri secara ekonomi dan tentu saja hidup merdeka, tidak bergantung lagi kepada orang saudara, orang tua atawa orang lain. Pilihlah menjadi kuda nan perkasa, seperti Ki Gentayu kuda tunggangan Pangeran Diponegoro atawa seperti Gagak Rimang kuda tunggangan Haryo Penangsang atawa seperti as Sakaf2 kuda tunggangan Kanjeng Nabi saat peperangan Uhud.
~oOo~
Selamat tahun baru 2014. Semoga sepanjang tahun 2014 nanti kita dapat melunasi hutang-hutang, baik bank atawa teman; menghilangkan hobi rasan-rasan keburukan orang; membabat habis kebiasaan mengeluh. mencela, memaki, iri, dengki dan memperdalam rasa ikhlas dan semakin bersyukur apa pun yang digariskan Gusti Allah di penghidupan kita.
Saat saya menulis artikel ini, samar-samar terdengar lagu Badai Bulan Desember-nya Ucok Harahap dari MP3 player saya. Alih-alih terdengar juga lagu Desember Kelabu yang dinyanyikan oleh Maharani Kahar. Tahun 2014 semoga saja semua badai kehidupan cepat berlalu, hal-hal yang kelabu menjadi cerah-ceria.
Sejatinya hidup di dunia itu hanya sekedar mampir tersenyum belaka, sungguh rugi kalau dibikin galau.
Catatan kaki:
1Petikan tembang Kinanthi yang artinya biasakan mengasah batin, agar tajam mata jiwamu, jangan terlalu banyak makan dan tidur, jangkaulah keperwiraan, latihlah dirimu, kurangi makan dan tidur.
2Kanjeng Nabi pernah mempunyai beberapa kuda, di antaranya diberi nama Lizaz, Dharib, Luhaif, al Murtajaz, al Wardu, as Sakaf, dan lain-lain.