Arimbi

Setelah kalah dalam permainan dadu, Pandawa harus menjalani masa pembuangan selama 13 tahun. Mereka tak boleh masuk wilayah Hastinapura dan negara-negara lain yang menjadi sekutunya. Pandawa – ditemani oleh Drupadi dan Kunti, memilih mengasingkan diri di dalam hutan.

Yudhistira, sulung dari Pandawa, memilih satu tempat di tengah hutan sebagai tempat tinggal mereka selama masa pengasingan. Lima lelaki anak-anak Pandu itu pun segera bergotong royong mendirikan rumah sederhana di tempat itu. Sementara Kunti dan Drupadi – sang mantu, mempersiapkan makanan untuk mereka.

Tak jauh dari tempat mereka bekerja ada dua raksasa dan raseksi kakak beradik dalam perjalanan pulang ke kerajaan Pringgodani, setelah lawatan muhibah ke negeri tetangganya. Dua sosok raksasa dan raseksi itu bernama Arimba dan Arimbi. Arimba adalah raja Pringgodani.

Ketika melewati lokasi para Pandawa mendirikan rumah, Arimbi minta kakaknya menghentikan perjalanan. Arimba menuruti keinginan adiknya itu.

“Ada apa dik?” tanya Arimba.

“Itu mas… itu….!” jawab Arimbi. Suaranya tercekat di kerongkongan, sementara jarinya menunjuk ke arah sosok Bima yang tinggi besar.

“Itu apa? Anak-anak muda itukah yang kamu maksud?” pandangan mata Arimba mengikuti arah telunjuk Arimbi.

“Anak muda yang tinggi besar itu yang selalu hadir dalam mimpi-mimpiku, mas. Ia adalah jodoh yang diberikan Dewa kepadaku. O, syukurlah. Saban hari aku berdoa semoga dipertemukan dengan kekasihku,” kata Arimbi riang.

“Bener? Bukan yang cakep itu yang hadir dalam mimpimu?” Arimba menunjuk ke arah Arjuna.

Tanpa diduga oleh Arimba, Arimbi segera turun dari kereta dan berlari menghampiri Bima alias Werkudara alias Bratasena. Ia memeluk kaki Bima yang perkasa dan mengeluarkan isi hatinya.

“O, kekasih pujaan hatiku. Siang dan malam aku menanti kehadiranmu. Hanya mimpi-mimpi yang mengobati rinduku padamu,” kata Arimbi sambil mencium kaki Bima.

Bima pun merasa risi. Ia meletakkan kapak yang tadi dipakai untuk memotong kayu. Kedua tangannya memegang pundak Arimbi dan mencoba menghempaskan dari pelukan kakinya.

“Kanda, janganlah kamu lepas pelukanku ini. Biarkan aku melunasi rinduku padamu,” Arimbi mengiba.

“Hus…. Hei perempuan buruk rupa, siapa dirimu? Aku tak mengenalmu. Kok bisa-bisanya kamu bilang aku kekasihmu. Ketemu berapa urusan aku denganmu, hai raseksi tak tahu malu!” Bima mencoba menarik kaki kanannya yang dipeluk erat oleh Arimbi.

“Kanda, aku mencintaimu. Kalau kamu tak percaya, belahlah dada dinda. Di sana tempatku menyimpan cinta dan rindu kepadamu,” Arimbi semakin meraung suaranya.

Piye to iki?!” teriak Bima.

Menyaksikan adegan itu, Arimba menghampiri adiknya dan mencoba membujuk supaya melepas pelukannya. Tak lupa, Arimba meminta maaf kepada Pandawa, terutama kepada Bima.

“Ibu…. pripun niki. Tolong ibu bujuk raseksi buruk rupa ini supaya melepaskan pelukannya,” Bima meminta tolong kepada Kunti.

Kunti mendekati Arimbi dan kedua tangannya menyentuh pundak raseksi yang sedang jongkok memeluk kaki Bima. Dengan lembut diusapnya punggung Arimbi.

“O, kasihan benar kamu anak cantik. Biar nanti ibu yang menyampaikan perasaanmu kepada anakku. Bima,” ucap Kunti yang menenteramkan hati semua orang yang ada di tempat itu.

Ajaib. Selesai Kunti mengucapkan kata-katanya, wajah Arimbi berubah menjadi putri yang sangat cantik. Semua terkesima dengan kejadian tersebut.

Termasuk Bima, tentu saja.

“Ibu, inikah calon istriku?” tanya Bima polos. Ia menjatuhkan cintanya kepada Arimbi yang beberapa saat lalu sangat dibencinya.

~oOo~

Maka menikahlah Bima dengan Arimbi. Dari perkawinan itu lahir seorang ksatria berotot kawat, bertulang besi: Gatotkaca. Ciri raksasa ada di Gatotkaca. Ia mempunyai gigi taring yang agak panjang.

Untungnya, gigi itu tumbuh sebagai gigi gingsul sehingga menambah manis senyum Gatotkaca.