Inilah lakon paling memalukan pada kisah Mahabharata. Pandawa yang – konon tempatnya para ksatria berpolitik paling santun – mempertaruhkan Drupadi di meja judi, sungguh tak masuk akal dan mengusik nurani. Lelaki macam apa para Pandawa itu, terutama Yudhistira sang pemimpin, berhak mengumpankan harga diri perempuan terhormat semacam Drupadi?
Dari kamarnya Drupadi diseret di tengah balairung kerajaan Hastinapura. Duryodana cs dengan mata nanar menyaksikan Drupadi terjatuh di lantai. Sementara para Pandawa diam seribu kata. Bagaimana tidak bungkam? Mereka telah membuat Drupadi jadi tumbal keegoan mereka.
Sekali lagi, memalukan!
“Wahai para sesepuh Hastinapura. Aku sama sekali nggak memahami perasaan dan nurani kalian yang bisa mendiamkan diriku dijadikan taruhan oleh Mas Yudhistira. Pasti kalian tahu, mas Yudhis sendiri telah dijebak dalam permainan keparat ini dan aku sangat yakin ia ditipu dalam konspirasi jahat yang dikemas dalam permainan ini. Bukankah mas Yudhis sendiri sudah nggak memiliki kebebasan lagi, bagaimana mungkin ia mempertaruhkan istrinya?”
Drupadi menghapus air mata yang jatuh di pipinya, lalu melanjutkan perkataannya, “Nekjika kalian mencintai dan menghormati ibu yang melahirkan dan menyusui kalian, nekjika kalian menghargai kehormatan istri, saudari, atau anak perempuan kalian, nekjika kalian memang percaya kepada Tuhan dan dharma, jangan biarkan aku dihina seperti ini. Penghinaan ini jauh lebih kejam dari pada pembunugan yang paling keji sekalipun!”
Drupadi terjatuh, sesekali terdengar isak tangisnya. Pemandangan itu membuat orang yang masih punya perasaan merasa malu dan tersayat-sayat hatinya. Tetapi, bangsawan Kurawa semua takut kepada Duryodana.
Hati Bima ikut terluka dan ia menoleh kepada kakaknya, ”Kamu memang gila mas. Penjudi kelas kakap bin paling bejat sekalipun nggak akan mempertaruhkan perempuan kotor yang mereka pelihara. Tetapi, kamu mas…. oh… kamu jauh lebih buruk dari pada mereka. Teganya kamu lemparkan istrimu pada bangsat-bangsat Kurawa itu. Biarkan aku bakar istana ini, aku nggak bisa lagi membiarkan ketidakadilan ini!”
Dengan tertawa-tawa Dursasana melucuti pakaian Drupadi, lapis demi lapis. Dursasana makin bersemangat ketika saudara-saudaranya menyuruhnya mempercepat pekerjaannya. Sementara bagi yang masih punya hati nurani, merasa malu dan menundukkan pandangannya.1
Dalam kisah tersebut, Drupadi melancarkan sumpah yang sangat mengerikan. Kelak ia akan meminum darah Dursasana, orang yang paling bertanggung jawab atas peristiwa yang sangat memalukan itu.
Angie, kisahmu mengingatkanku pada lakon Drupadi di atas. Tapi kau tidak setegar Drupadi. Di persidangan kemarin, aku seperti tidak mengenal lagi siapa Angie yang terkenal smart, flamboyan dan berani itu. Apakah sikapmu kemarin itu untuk melindungi para lelaki keparat yang melibatkanmu dalam permainan politik kotor? Sadarkah dirimu kalau dijadikan tumbal politik pencitraan mereka?
Ya, kamu memang berbeda dengan Drupadi. Ia berani bersuara, bahkan mengutuk lelaki yang telah menyeretnya dalam konspirasi permainan dadu.
Tapi ada yang sama ding. Kamu dan Drupadi sama-sama nggak punya Black Berry.
1 Dicuplik dari lakon: Duryodana Mempermalukan Drupadi