Agustus-7 | Di mana rasa kebangsaanku kini?

Di kelas 3 SMA adalah masa terakhirku mengikuti upacara bendera memperingati Proklamasi RI. Selanjutnya, aku hanya sekedar menyaksikan upacara bendera itu di televisi sebuah upacara yang megah dan khidmat yang diselenggarakan di Istana Negara.

Hari ini aku sengaja bangun pagi dan mandi agar tidak terlambat mengikuti detik-detik peringatan Proklamasi RI. Setiap momen dalam upacara itu tak lepas dari pengamatan mataku. Mungkin kau menilaiku lebay kawan, ketika dikumandangkan lagu Indonesia Raya pada saat bendera Sang Saka Merah Putih ditarik ke puncak tiang, tak terasa air mataku membasahi sudut mataku. Apalagi saat itu bibirku ikut-ikutan menyanyikan lagu kebangsaan kita. Dadaku terasa penuh dengan keharuan mendalam.

Upacara resmi selesai kemudian paduan suara menyajikan lagu-lagu kebangsaan yang sangat aku hafal masa sekolah dulu. Duh, lagi-lagi aku terharu saat berdendang ikut menyanyikan lagu-lagu tersebut. Paduan suara oleh anak-anak sekolah itu mengingatkan masa sekolahku dulu, sebab dulu aku dan teman-temanku wajib ikut obade lagu-lagu kebangsaaan dan perjuangan.

~oOo~

Aku baru memasang bendera merah-putih di depan rumahku kemarin, setelah kalang-kabut mencari bendera tersebut di sudut-sudut lemari. Hal ini sangat berbeda dibandingkan masa kecilku dulu, bagaimana bapak dan para tetanggaku bergotong-royong mengecat pagar-pagar rumah, baik yang masih menggunakan bambu atawa sudah bertembok. Bukan dengan cat yang mahal, mereka menggunakan batu kapur. Putih bersih.

Mereka pun membuat gapura di gerbang desa dengan rangkaian bambu. Tulisan tanggal 17-08-45 serta tanggal di masa itu dibuat di atas tampah yang dibalik dan ditempelkan di sisi kanan-kiri tiang gapura. Bendera-bendera merah-putih dan umbul-umbul paling tidak seminggu sebelumnya sudah menghiasi setiap rumah-rumah. Semarak menyambut HUT RI.

Rasa kebangsaan yang paling kecil lingkupnya sudah dicontohkan generasi sebelumnya: gotong-royong, saling menghormati dan menghargai orang lain.

Indonesia baru berusia 68 tahun, tapi kenapa rasa kebangsaanku mulai hilang entah ke mana?