Ada jejak Sinta di KM 54+400

Atas perintah ayahnya, Rama pergi mengembara bersama istrinya Sinta, diajaknya serta Laksmana adiknya. Pengembaraan mereka untuk mencari guru atawa pandita yang sakti mandraguna.

Hampir seminggu mereka berjalan membelah hutan dan semak belukar, mereka tiba di sebuah padepokan. Mereka bergegas masuk halaman padepokan, dan tanpa mereka sadari Maharesi Atri telah menunggu kedatangan mereka. Maklum, sebagai orang yang ngerti sakdurunge winarah, sang Maharesi tahu akan kedatangan para bangsawan anak Prabu Dasarata.

Rama cs hanya bermaksud bermalam saja, bukan untuk berguru di padepokan itu tetapi sambutan sang Maharesi yang ramah, Rama memutuskan tinggal di padepokan itu beberapa hari lamanya. Pada suatu malam, ketika Rama, Sinta dan Laksmana akan beristirahat, pondok tempat mereka menginap disatroni oleh raksasa yang bernama Wirada. Ya, padepokan itu memang terletak di tengah hutan tempat di mana bersemayamnya para raksasa dan raksesi. Wirada dengan mudah ditaklukkan oleh Rama dan Laksmana. Wirada takluk, muncul raksesi yang menjelma menjadi perempuan cantik. Rama dan Laksmana pun bisa mengusir raseksi itu.

Pagi harinya Rama cs melanjutkan perjalanan dan menemukan padepokan yang lain yaitu pertapaan Resi Sarabangga. Ketika Rama memasuki halaman terdengar suara:

“Hamba sangat beruntung atas kedatangan Paduka Rama, putra raja Ayodya. Sebentar lagi hamba akan moksa, maka paduka hamba sarankan untuk mengunjungi pertapaan Resi Begawan Sutiksna. Ia akan menjadi pelindung dan pengayom paduka.”

Arkian, Rama pun berlalu dari tempat itu dan meneruskan perjalanan. Di tengah perjalanan, Sinta minta kepada suaminya untuk istirahat sejenak karena ia mulai kelelahan. Rama dan Laksmana segera membabat rumput di sekitar tempat itu dan mendirikan gubuk sederhana untuk peristirahatan Sinta.

“Jeng, aku dan Laksmana akan pergi sebentar untuk berburu rusa sebagai makanan kita saat istirahat ini. Kamu tunggu di sini, jangan ke mana-mana,” kata Rama kepada Sinta. Ia lalu bersemedi sejenak dan berjalan ke arah delapan penjuru mata angin dari gubuk Sinta, kemudian ia menandai delapan pohon dengan ikatan tali rotan.

“Lihatlah Sinta, istriku. Aku telah menandai delapan pohon dengan ikatan tali rotan. Selama aku pergi bersama Laksmana, untuk keselamatanmu, kamu jalan sampai keluar dari batas yang telah aku tentukan ini. Aku telah membuat perlindungan gaib untukmu,” ujar Rama. Mereka pun berpelukan, sebelum Rama meninggalkannya.

“Hati-hati, mas. Pergimu jangan lama-lama ya?” kata Sinta.

“Iya sayang. Aku pergi tak akan lama. Aku akan segera kembali dengan membawa daging kijang,” balas Rama.

~oOo~

Belum ada seperempat jam kepergian Rama dan Laksmana, Sinta dikagetkan oleh kedatangan seekor kijang emas yang berusaha mendekati gubuknya. Sinta ingin menyusul Rama untuk memberitahukan kalau di sekitar gubuknya ada seekor kijang. Rama dan Laksamana tentu tidak perlu jauh-jauh berburu. Tapi Sinta segera ingat pesan Rama untuk tidak pergi melampaui zona aman yang telah ditetapkan.

Keberadaan kijang emas sungguh menggoda hati Sinta. Ia diam-diam memungut batang pohon yang tadi dipotong oleh Rama dan Laksmana ketika membuat gubuk. Ia ingin menggunakan batang pohon itu untuk tombak, kebetulan ujung batang pohon itu runcing. Dengan mengendap mendekati kijang emas, lalu ia segera melempar tombak ke arah tubuh kijang, namun lontaran Sinta meleset. Kijang emas menghindar, tetapi tidak lari. Ia malah seperti menggoda Sinta, dan itu membuat Sinta menjadi semakin penasaran untuk menghunjamkan tombak ke tubuh kijang emas. Sekali lagi, ia luput. Kijang makin menjauh, tetapi sengaja ingin diburu oleh Sinta. Begitu seterusnya, dan tanpa sadar Sinta telah keluar dari radius zona aman yang dibuat oleh Rama.

Itu kesalahan fatal yang dibuat oleh Sinta. Ia semakin jauh dari gubuknya. Ia ingin memburu kijang emas. Memang, pada akhirnya Sinta berhasil menghunjamkan tombak ke punggung kijang. Namun apa yang terjadi? Rupanya, kijang emas berubah wujud menjadi raksasa bermuka sepuluh, yang tak lain adalah Rahwana a.k.a Dasamuka, Raja Alengka. Tanpa membuang waktu, Rahwana meringkus Sinta dan memasukkannya ke dalam Jeep Land Cruisernya. Ia segera melesat membelah belantara dan membawa Sinta pulang ke istananya.

~oOo~

Ketika Rama dan Laksamana kembali dari perburuannya, betapa terkejutnya mereka ketika di gubuk tidak mendapati Sinta di sana. Mereka menduga ada sesuatu yang tidak beres telah menimpa Sinta. Tanpa memerdulikan hasil buruannya, mereka segera mencari keberadaan Sinta. Tibalah mereka di tempat di mana Sinta diculik oleh Rahwana.

“Mas Rama, lihatlah. Ini ada bekas ban kendaraan, jangan-jangan mBak Sinta diculik menggunakan kendaraan. Sepertinya arahnya ke sana tuh!” ujar Laksmana sambil menunjuk ke arah utara.

“Bisa jadi istriku diculik di tempat ini. Ayo kita telusuri jejak ban mobil ini,” ajak Rama.

Mereka pun berjalan mengikuti jejak ban Jeep Land Cruiser yang meninggalkan bekas sangat kentara. Tidak terlalu sulit mengikuti jejak-jejak yang ada. Sampailah mereka di sebuah pal yang bertuliskan KM 54+400.

Sungguh mereka terkejut dengan apa yang mereka saksikan di tempat itu. Di dekat pal tergolek seekor burung raksasa yang terluka lengan kanannya. Matanya sayu. Burung itu berusaha berdiri ketika Rama dan Laksmana menghampirinya.

“Jangan-jangan kamu yang telah menculik istriku, wahai burung raksasa. Lihatlah lenganmu yang terluka dan berdarah itu. Pasti perbuatan istriku yang telah menghajarmu. Ayo… di mana kamu sembunyikan istriku?” bentak Rama sambil mencengkeram leher burung raksasa itu.

Laksmana pun segera membantu Rama untuk membekuk burung raksasa yang tetap diam tanpa perlawanan sedikit pun.

“Sabar… sabar… para ksatria Ayodya…,” kata si burung raksasa.

“O, kamu tahu siapa kami? Siapa kamu sebenarnya?” tanya Rama.

“Aku adalah Jatayu, sahabat ayah kalian, Raja Dasarata,” jawab Jatayu, “mungkin ayah kalian pernah menceritakan tentang diriku kepada kalian.”

Rama dan Laksmana terkejut dengan penjelasan Jatayu. Segera saja mereka memeluk Jatayu dan memohon maaf atas kelancangan mereka yang tidak mengenal Jatayu, sahabat ayahnya. Meskipun ia seekor burung, ia memiliki kesaktian. Rama segera memeriksa luka parah di lengan Jatayu. Darah yang keluar sebagian telah mengering, menempel pada kedua sayap Jatayu yang jumlah bulunya ada tujuh belas. Sebagian bulu ekor Jatayu yang berjumlah delapan, dan bulu-bulu tubuh yang berjumlah empat puluh lima, terkoyak. Ada luka di sana-sana.

“Apa yang terjadi Jatayu?” tanya Rama.

“Aku tadi bertempur melawan Rahwana untuk menyelamatkan Sinta, istrimu. Tetapi kesaktian Rahwana sungguh luar biasa, aku kalah melawannya,” Jatayu terengah-engah menceritakan pertempuran sengit melawan Rahwana. “Sinta dibawa Rahwana menggunakan Jeep Land Cruiser ke arah barat. Mungkin langsung dibawa ke Alengka.”

Nafas Jatayu satu-satu. Dan tak lama kemudian Jatayu gugur. Rama dan Laksamana segera menguburkan Jatayu dengan penghormatan sebagai pahlawan.

Rama termangu di pal KM 54+400. Otaknya berputar merencanakan sesuatu untuk penyelamatan Sinta. Negeri Alengka terkenal dengan pasukan raksasa yang kuat, tak mudah dikalahkan. Sebagai raja muda, Rama mesti mendiskusikan rencana penyerangan ke Alengka dengan para kerabat istana. Rama melirik Laksmana yang tertunduk lesu.

“Laks, ada apa kamu?” tanya Rama.

“Seandainya aku tadi yang mengawal mBak Sinta, mas…,” desah Laksmana.

Yo wis. Tidak perlu disesali. Mari kita kembali ke Ayodya untuk menyusun kekuatan untuk merebut Sinta yang kini ditawan oleh Rahwana,” hibur Rama.

Mereka segera meninggalkan tempat itu. Rama menoleh ke belakang dan bergumam, “Sudah ada dua perempuan hilang yang dimulai dari pal KM 54+400*)”.

*) Gambar paling bawah adalah hasil kreasi Pak Mars.