Sekitar 100 pelamar kerja telah memasuki ruangan untuk ujian tulis. Mereka rata-rata lulusan SMA. Pakaian yang mereka kenakan seragam: atasan putih dan bawahan berwarna hitam. Ciri khas seorang pelamar kerja tingkat pemula. Panitia seleksi belum juga memasuki ruangan. Namun, para pelamar kerja diam seribu bahasa, tak berani mengeluarkan suara. Suasana cenderung mencekam.
Dari seratusan pelamar, sebetulnya ada lebih separohnya bukan pelamar muka baru. Ada yang sudah melamar kerja 2 atawa 3 atawa 5 kali, namun belum satu pun pekerjaan nyantol di pundaknya. Jangankan lolos sampai tahap wawancara, pada tahapan ujian tulis saja mereka sudah keok. Apakah ujian tulis demikian sulitnya sehingga susah menembusnya?
Dalam forum-forum ke-HRD-an, ketidakmampuan pelamar kerja lolos dalam seleksi ujian tertulis sering diperbincangkan. O iya, yang dimaksud ujian tertulis di sini adalah mengerjakan soal-soal matematika sederhana. Nggak sulit-sulit amat seperti pelajaran matematika anak SMA, bahkan mirip soal-soal ulangan tingkat Sekolah Dasar. Lha, masak soal ulangan SD anak lulusan SMA pada nggak bisa ngerjain? Tapi itulah faktanya.
Contoh soal tingkat SD itu seperti apa sih? Misalnya, 54 + 0,4 atawa 3 + 1/4 atawa (42 – 7) : 9 + 7, bahkan lebih sederhana daripada itu, seperti 54 + 400 atawa 34 – 9 + 65 atawa (3 X 12) + 45. Ada juga soal deret hitung dan ukur, seperti 1, 4, 7, 10, …, …, atawa 2, 6, 18, …, ….
Seringkali, HRD perusahaan menurunkan ambang batas kelulusan ujian tulis ini. Kalau anak lulusan SMA nggak bisa mengerjakan soal yang begitu mudah, siapa yang salah? Anaknya sendiri, orang tuanya, gurunya, kurikulumnya, atawa siapa?
~0Oo~
Waktu SMA dulu, saya termasuk murid yang lemah dalam urusan matematika. Saya nggak paham apa itu rumus-rumus integral, persamaan dengan garis bilangan, hubungan cos, sin, tan terhadap sudut suatu bidang dan masih banyak lagi rumus matematika yang tidak saya mengerti. Tak heran, nilai matematika saya paling pol di angka 6 saja (itu pun atas kebaikan guru matematika dengan memberikan nilai 6).
matematika = makin tekun makin tidak karuan
Tapi kok bisa masuk jurusan IPA mas? Bahkan nanti kuliah di jurusan yang banyak menerapkan rumus matematika!
Kapan-kapan saya ceritakan perkara itu ya. Sekarang saya mau membangunkan kuncen KM 54+400 dulu… soalnya ada yang numpang lewat tuh…