Siapa yang tak kenal Bung Karno. Selain sebagai seorang Proklamator Kemerdekaan RI, Presiden Pertama RI, dalam kehidupan pribadinya ia adalah seorang penakluk wanita.
Saya, sayalah Bung Karno yang suka mendekati orang di mana saja saya berada. Dan sifat ini pula yang menyebabkan kesukaran saya. Kalau saya memeluk orang di jalanan atau merangkul seorang pramugari setelah mendarat dengan selamat, itu tandanya saya memperlihatkan keramahan saya. Akan tetapi yang dinamakan orang perbuatan gila-gilaan ini menyebabkan pemberitaan yang tidak enak sama sekali di seluruh dunia. Kalau Syah Iran mencium gadis-gadis di muka umum, maka gambarnya diberi komentar yang sangat menyenangkan. “Tidakkah Raja Iran sangat mengagumkan?” kata majalah-majalah Amerika dengan manis. “Beliau mencium rakyat jelata.”
Lain lagi sikap mereka terhadap Sukarno. Pada waktu Ratu Kecantikan Universitas Hawaii mengalungkan bunga kepada saya lalu menciumku, saya bertanya, “Bagaimana harus membalasnya?”
“Balaslah ciumannya,” bisik pengiring saya Laksamana Felt, “Kalau tidak begitu berarti tuan menyakiti hatinya.”
[Dikutip dari buku Bung Karno – Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (Cindy Adams, 1982) hal 439]
Dalam buku-buku yang lain saya menemukan kepiawaian Bung Karno dalam membuat hati wanita berbunga-bunga dan mungkin tersanjung sampai sundhul langit ketujuh.
Dalam buku Hariyatie – Soekarno The Hidden Story yang diterbitkan oleh Grasindo (2001), awal perkenalan dengan Haryatie terjadi di Istana ketika Haryatie menari di sana. Haryatie menceritakan bagaimana Bung Karno tahu kalau ia sempat ragu apakah tariannya berkenan di mata Bung Karno, khususnya para tamu negara. Bung Karno mencoba membesarkan hatinya dengan menulis surat (hal 14) seperti ini:
Yatie wong aju. Aku krungu kabar sriramu sumelang jen djogedmu ing Bogor kurang apik. Iku ora bener. Djogedmu ing Bogor bagus, lan luwes. Samono uga kang ana ing Senajan. Mula adja tjilik penggalihmu. Aku sing “ndjagoni” sriramu. Aku jakin, mengko paing 22 ing Senajan ja apik maneh. Dasar bakatmu gede. Ping 22 sowana ing istana, djam 9 esuk.
(Yatie cantik. Aku mendengar kabar bahwa dirimu khawatir bila menarimu di Bogor kurang bagus. Itu tidak benar. Menarimu di Bogor bagus dan luwes. Begitu pula yang di Senayan. Maka jangan berkecil hati. Aku yang “menjagokan” dirimu. Aku yakin, nanti pada tanggal 22 di Senayan lebih baik lagi. Memang bakatmu besar. Tanggal 22 datanglah ke istana, pukul 9 pagi)
Di surat-surat selanjutnya, Bung Karno membuka kalimatnya dengan “Yatie wong ajuku” dan menutupnya dengan “Love” dan “Kangen”.
Kemudian di buku Ratna Sari Dewi Sukarno – Sakura di Tengah Prahara (Penerbit Ombak, 2002), cukup lengkap menyajikan surat-surat Bung Karno kepada Ratna Sari Dewi.
Dewiku tercinta,
Saya dalam keadaan baik dan sangat sibuk dengan konferensi bersama semua panglima militer untuk menyelesaikan konflik di kalangan militer. Jangan khawatir, sayang!
Sayang dan 1000 ciuman
Pada surat-surat selanjutnya saya menemukan kata penutup yang dibuat Bung Karno untuk Ratna Sari Dewi: “Sekarang saya sudah sangat rindu terhadapmu, saya cinta padamu”, “Dalam hati saya selalu di sampingmu”, “Jangan membuat saya putus asa”, “Tenanglah Dewi, jangan membuat aku terpisah. Aku cinta kamu. 1000 cium”, “Aku sangat rindu kamu, istriku. Oh, cintaku, aku cinta kamu. Oh, 1000 cium”.
Bagi Anda yang tengah dimabuk cinta, barangkali kebiasaan Bung Karno dalam mengungkapkan perasaannya bisa Anda copy-paste-kan kepada kekasih pujaan hati.