Para Pewaris Surga

Matahari yang jaraknya cuma sejengkal di atas kepalaku sungguh membuatku semakin payah saja. Keringat seperti diperas dari tubuhku. Bahkan untuk membasahi kerongkongan dengan air ludah pun tiada bersisa. Orang menyemut, gelisah dengan perasaannya sendiri-sendiri.

Aneh, dari sekian banyak manusia tiada satu pun yang aku kenal. Semua orang asing. Mereka sibuk dengan urusannya masing-masing. Aku sendiri berlari ke sana ke mari mencari tempat yang mungkin bisa untuk berteduh. Ah, tapi manalah mungkin. Terik matahari siap membakar apa saja.

Nun di sana, aku menyaksikan antrian manusia yang wajah-wajahnya tiada tergambar kegelisahan. Mereka seperti tidak terpengaruh oleh panasnya matahari kini berada di atas ubun-ubun. Semakin kupercepat langkahku untuk mendekati mereka. Wahai, aku ingin sekali berkumpul dengan mereka.

Seratus langkah lagi aku akan sampai di antrian itu. Tetapi, ada tangan kekar yang menghentikan langkahku. Aku gemetar menghadapi si tangan kekar ini.

“Berhenti. Sebelum kamu masuk antrian itu, tunjukkan paspormu!”

“Paspor apa? Aku tidak membawa apa-apa, bahkan selembar pakaian pun tiada aku kenakan.”

“Paspor menuju surga. Antrian itu untuk para pewaris surga. Tanpa paspor, tempatmu bukan di sini.”

“Pewaris surga?”

“Ya. Mereka para pewaris surga. Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Allah. Iman di hatinya, di mulutnya dan iman di setiap langkahnya. Mereka adalah orang-orang yang menjauh dari segala perkara yang tidak berguna. Mereka adalah orang-orang yang menunaikan zakatnya. Mereka adalah orang-orang yang menjaga kemaluannya. Mereka adalah orang-orang yang memelihara amanat. Mereka adalah orang-orang yang memenuhi janjinya dan mereka adalah orang-orang yang selalu menjaga waktu dan khusuk di setiap shalatnya. Sedangkan kamu?”