Yudhistira menjawab pertanyaan (1)

Menjelang berakhirnya 13 tahun masa pembuangan Pandawa.

Yudhistira dan adik-adiknya sedang berburu. Sayup-sayup terdengar teriakan seorang brahmana. Pandawa mendekati brahmana tersebut dan segera tahu duduk perkara kenapa brahmana itu berteriak. Ia kehilangan pedupaan yang biasa ia pergunakan untuk bersembahyang. Pedupaan miliknya dibawa lari oleh seekor kijang. Akhirnya, Brahmana itu meminta tolong kepada Pandawa untuk mengejar kijang dan membawa kembali pedupaan kepadanya.

Pandawa yang baik hati, tidak sombong dan suka menabung itu pun menyanggupi membantu sang brahmana. Mereka segera mengejar ke arah larinya kijang.

Siang yang terik membuat mereka cepat lelah. Mereka pun beristirahat di bawah pohon yang besar dan tinggi. Dengan nafas tersengal, Yudhistira berkata kepada adik-adiknya.

“Rupanya kita sudah tua benar. Baru berlari yang jaraknya tak jauh saja sudah ngos-ngosan begini. Betapa cepat stamina kita turun. Yah, ini mungkin hukuman kita yang dulu membiarkan Drupadi ditelanjangi oleh Dursasana.” Mereka pun membayangkan peristiwa ketika Duryodana mempermalukan Drupadi, dan Pandawa tak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan wanita yang tengah dinistakan Kurawa.

Mereka kehausan. Yudhistira meminta Nakula memanjat pohon untuk melihat apakah di sekitar mereka ada telaga atawa sungai. Nakula pun segera memanjat pohon hingga ke pucuknya. Ia menyapukan pandangan dan ia menemukan telaga tak jauh dari tempat mereka beristirahat. Ia turun dari pohon dan melaporkan kepada kakak tertuanya.

Enaknya jadi kakak tertua, Yudhistira pun menyuruh Nakula mengambil air di telaga yang ia lihat tadi.

Betapa gembiranya Nakula, memang benar ada telaga. Airnya sangat jernih. Ia yang merasa sangat kehausan, segera saja ia mencelupkan tangannya. Ia berpikir, sebaiknya ia minum barang seteguk-dua sebelum membawakan air untuk saudara-saudaranya. Tapi, sebelum ia teguk air di tangannya, terdengar suara yang entah dari mana datangnya, “Eit, jangan kau minum air itu wahai putra Madrim, jawab dulu pertanyaanku!”

Sesaat Nakula terkejut, namun ia cuekin saja suara yang menggema itu. Semua didasari oleh rasa hausnya yang amat sangat. Tak lama setelah air itu masuk ke tenggorokannya, matanya terasa sangat berat menahan kantuk yang tiba-tiba datangnya. Ia pun terjatuh, semaput.

Yudhistira gelisah, kenapa Nakula perginya lama banget sih. Lagi-lagi, ia memanfaatkan otoritas sebagai kakak tertua dengan menyuruh Sadewa menyusul Nakula.

Ketika Sadewa tiba di telaga ia terkejut melihat saudara kembarnya semaput. Sebelum menolongnya, ia bermaksud meneguk air telaga. Kejadian selanjutnya sama persis dengan yang dialami oleh Nakula sebelumnya. Terdengar suara, “Wahai kau Sadewa, sebelum kau minum air telaga ini jawab dulu pertanyaanku!” Sadewa tak memperdulikan suara itu, meneguk air dan selanjutnya ia pun semaput.

Tak kembalinya dua adik kembarnya, Yudhistira menyuruh Arjuna menyusul mereka. Arjuna mempersiapkan anak panah dan busurnya. Ia curuga, jangan-jangan kedua adiknya telah dilukai oleh musuh. Benar saja dugaannya, ia melihat dua tubuh tergeletak di tepian telaga. Ia segera memasang anak panah. Tapi begitu melihat air telaga yang jernih rasa dahaganya makin menjadi-jadi. Ia letakkan busur di dekat tubuh Nakula, dan ia mencelupkan tangannya ke telaga. Terdengar suara, “Arjuna, telaga ini milikku. Jawab dulu pertanyaanku, sebelum kau minum air di telagaku ini. Nekjika tidak menuruti perintahku, nasibku akan sama dengan kedua adikmu itu!”

“Siapa kamu?! Tunjukkan wadagmu! Anak panah ini akan membunuhmu!” Arjuna kembali mengambil busur dan anak panahnya. Tass..!! Anak panah terbidik ke arah datangnya suara.

“Qiqiqiqi….. nggak kena, Jun. Anak panahmu cuma melukai angin!” Suara itu tertawa mengejek. Amarah Arjuna meledak dan akan memburu siapa pemilik suara itu.

Arjuna kembali ke tepian telaga untuk mengobati rasa hausnya sebelum ia nanti mengejar sang pemilik suara. Lagi-lagi terdengar suara, “Hooee…. jangan kau minum air telagaku sebelum kau jawab pertanyaanku!”

Arjuna tak ambil pusing, segera ia teguk air di hadapannya. Hanya beberapa detik kemudian, Arjuna semaput.