Take Him Out atawa Drupadi Mencari Jodoh

Menurut tradisi yang berlaku saat itu, jika seorang raja mempunyai puteri yang sudah dewasa wajib menyelenggarakan sayembara untuk mencari jodoh yang pantas bagi puterinya.

Syahdan, Raja Drupada penguasa Kerajaan Panchala mempunyai puteri nan jelita berbudi pekerti tinggi yang bernama Drupadi. Ia sudah waktunya mendapatkan seorang suami yang pantas baginya. Raja Drupada sungguh penguasa yang kreatif, ia menyelenggarakan sayembara dengan cara anti biasa, bukan yang itu-itu melulu, tetapi ia mengadopsinya menjadi mirip-mirip acara Take Him Out (THO) yang terkenal itu.

Balairung istana sungguh semarak dengan hiasan aneka warna. Dua puluh meja setinggi dada sudah disiapkan untuk para peserta THO.

“Selamat siang hadirin sekalian. Baiklah, acara Take Him Out dimulai. Lampu nyala!” Dristadyumna yang didapuk menjadi pembawa acara membuka sayembara. Ruangan menjadi gegap gempita oleh tepuk tangan hadirin. Di sana terlihat tokoh-tokoh penting dari berbagai kerajaan. Mereka adalah supporter para peserta THO, yang semuanya adalah pangeran tampan dan sakti.

“Sekarang kita panggil sang Puteri … Drupadi ….!!!” Riuh rendah suasana balairung. Pancaran kecantikan Drupadi menyihir para hadirin. Pandangan Drupadi menyapu ke segenap sudut, seolah-olah mengabsen siapa yang hadir saat itu.

Hanya dengan senyuman Drupadi saja, semua peserta sudah bisa menilai sifat dan karakter puteri Kerajaan Pachala. Kemudian dengan lantang Dristadyumna berkata, “Matikan lampu….!!!”

Ditunggu sangat lama tidak ada yang mematikan lampu. Ya pastilah, semua peserta menginginkan menjadi suami Drupadi. Hanya orang bodoh saja yang akan mematikan lampunya.

Raja Drupada bukannya senang dengan keadaan seperti itu, tetapi malah gelisah. Bisa-bisa sampai malam hari ia tidak mendapatkan menantu. Ia pun segera naik ke panggung.

“Begini saja. THO ini dibatalkan, diganti dengan cara yang memacu adrenalin para peserta. Toh, kalian semua para ksatria yang sakti mandraguna,” ia menghela nafas sejenak, kemudian melanjutkan kalimatnya, “lihat, di sana ada sebuah busur dan anak-anak panahnya. Lalu, di seberang sana telah terpasang sasaran yang harus dikenai dengan anak panah. Jadi, barang siapa mampu mengenai sasaran itu, melewati lubang lima kali berturut-turut di pusat cakra yang selalu berputar itu, dialah yang memenangkan sayembara dan berhak menjadi suami anakku, Drupadi.” Hadirin menahan nafas, tetapi dalam hati penasaran akan permainan sayembara yang digelar Raja Panchala.

Dristadyumna, yang tak lain kakak Drupadi, memanggil satu demi satu para peserta untuk maju ke depan. Mereka bergantian mencoba mengangkat busur dan memasang anak panah. Tetapi busur dan anak panahnya terlalu berat, sehingga para peserta gagal sebelum bisa memanah sasaran. Tentu saja banyak kstaria yang malu dengan kejadian ini, termasuk Duryodana, Salya, Sisupala dan Jarasanda.

Tiba saatnya Adipati Karna tampil ke depan. Para hadirin dan penonton bersorak-sorai. Ya, Karna sangat terkenal kepandaiannya dalam hal memanah. Siapapun, terutama Kurawa sangat berharap Karna yang memenangkan sayembara.

Karna berhasil mengangkat busur, memasangkan anak panah, lalu merentangkan dan siap membidik sasaran lubang cakra yang selalu berputar. Semua tegang, tak ada yang berani bersuara. Karna melepaskan anak panah. Slaap… tidak mengenai sasaran di pusat cakra, meleset hanya seujung kuku. Karna gagal. Para penonton berteriak, memprotes beratnya sayembara. Sampai ksatria sekaliber Karna gagal memenangkan sayembara. Raja Drupada dituduh sengaja menjatuhkan martabat para pangeran dengan adanya sayembara itu.

Di saat keributan terjadi, muncul seorang brahmana muda di tengah arena. Pemuda dengan pakaian serba putih itu memohon ijin kepada Raja Drupada untuk bisa mengikuti sayembara. Raja Drupada mengijinkan brahmana muda untuk ikut memanah. Ia pun segera berjalan ke arah busur ditempatkan.

Sebelum ia mengangkat busur, ia berpaling kepada Dristadyumna dan bertanya, “Bolehkah seorang brahmana mengangkat panah ini?”

“Brahmana muda, adikku bersedia disunting oleh pemenang sayembara ini. Siapa pun ia, jika berasal dari kelahiran keluarga baik-baik. Apa yang sudah terucap oleh Raja Panchala tak akan ditarik kembali. Silakan mencoba, wahai brahmana muda,” jawab Dristadyumna.

Suasana sepi. Bahkan lalat yang hendak kawin pun membatalkan hajatnya. Benar-benar hening. Brahmana muda mengangkat busur yang besar dan berat itu, kemudian ia pasangkan anak panah pada tali busur. Ia mulai merentangkan busur dan secepat kilat lima anak panah melesat tepat mengenai sasaran. Cakra yang berputar itu pecah.

Suasana berubah gegap gempita. Rakyat bersuka ria. Puteri Drupadi sudah mendapatkan jodohnya. Drupadi bangkit dari tempat duduknya untuk menghampiri brahmana muda. Wajahnya bersinar-sinar bahagia. Ia memandang lembut kepada brahmana muda yang sangat tampan itu, lalu mengalungkan untaian kembang melati ke leher brahmana muda.

Ya, brahmana muda itu tak lain adalah Arjuna yang dalam pengasingannya di Ekacakra menyamar sebagai brahmana bersama-sama Pandawa lainnya.

Apakah kisah ini happy-ending? Tidak! Setelah itu timbul protes di sana-sini dari peserta yang kalah.

Disinyalir telah terjadi kecurangan.