Poster Pak Harto tersenyum sambil melambaikan tangan disertai tulisan “Piye le kabarmu, isih enak jamanku to?” yang jamak ditemui di bak truk bagian belakang, kini marak muncul dalam bentuk stiker dan kaos oblong. Kalau nggak percaya, pergilah ke Kota Solo atawa Jogja1.
Di perempatan jalan stiker tersebut dijajakan, sementara pada kaos oblong dapat ditemukan di pusat perdagangan sandang yang didatangi wisatawan atawa digantung di berbagai sudut kota, dengan tema tulisan yang menyapa rakyat (kecil) sekaligus membangkitkan kenangan enaknya hidup di jaman rezim Pak Harto.
Tak salah jika ada kelompok tertentu yang mencoba menyebar sindrom rindu Pak Harto. Wong memang nyatanya demikian, Pak Harto itu punya banyak penggemar. Tak perlu dicibir, hal itu masalah rasa. Tak ada urusan dengan intrik politik yasng dilakukan oleh para elite, yang penting rakyat merasakan aman dan tenteram berada di lingkungannya, kebutuhan pokok terjangkau harganya, sekolah murah dengan aturan yang demikian sederhana, rencana pembangunan lima tahunan tersosialisasi dengan gamblang kepada segenap lapisan masyarakat.
Tapi Bro, bukankah korupsi gila-gilaan sekarang ini sebagai warisan rezim Pak Harto? Waktu itu Pak Harto sukses tersebab ia lebih memusatkan pembangunan ekonomi. Padahal pembangunan ekonomi tersebut sebagai sumber korupsi, bukan? Ya.. ya.. kalau dulu korupsi dilakukan di bawah meja, namun sekarang sak meja-mejanya diembat juga.
Tapi apa salah kalau rakyat merindukan jaman Pak Harto ketika sekarang ini harga sembako dan biaya hidup mencekik leher mereka?
Bagi saya, Pak Harto adalah mantan presiden RI yang harus dikenang jasanya bagi negeri ini sama halnya ketika mengenang peran dan jasa Bung Karno, Syafruddin Prawiranegara2, Assaat3, Habibie, Gus Dur dan Megawati. Peran dan jasa mereka telah dicatat oleh sejarah. Mikul dhuwur mendhem jero.
Sekedar nyindrom rindu Pak Harto, saban saya melewati nDalem Kalitan4 dan pas waktunya shalat saya mampir di mesjid Kalitan yang letaknya persis di depan nDalem Kalitan. Foto di atas diambil ketika saya berkunjung ke Ndalem Kalitan tahun 2010 lalu.
Sembari istirahat, saya menikmati es puter khas Solo yang dijual di halaman mesjid Kalitan. Oh iya, pada kunjungan ke sana bulan lalu terlihat kaos oblong Pak Harto yang dijual di pintu masuk mesjid.
Nanti kapan-kapan saya akan pergi ke museum Pak Harto di Kemusuk Bantul yang diresmikan pada tanggal 08 Juni 2013 yang lalu.
Catatan kaki:
1Membaca berita online, di beberapa kota di Jateng dan Jatim juga sedang marak penjualan stiker Pak Harto.
2Syafruddin adalah Ketua PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) sebagai penyelenggara pemerintahan Republik Indonesia. Sesaat sebelum pemimpin Indonesia saat itu, Bung Karno dan Hatta ditangkap Belanda pada tanggal 19 Desember 1948, mereka sempat mengadakan rapat dan memberikan mandat kepada Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintahan sementara (19 Desember 1948 s.d 13 Juli 1949).
3Assaat adalah Pemangku sementara jabatan Presiden RI (27 Desember 1949 s.d 15 Agustus 1950). Berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar, Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) di mana Republik Indonesia merupakan salah satu negara bagiannya. Karena Bung Karno dan Hatta diangkat menjadi Presiden dan Perdana Menteri RIS, maka Assaat diangkat sebagai “Pemangku Sementara Jabatan Presiden Republik Indonesia”. Jabatan ini berakhir ketika RIS kembali ke bentuk negara kesatuan (Republik Indonesia).
4nDalem Kalitan adalah tempat istirahat Pak Harto dan keluarga jika sedang berkunjung ke Solo. nDalem Kalitan cukup asri karena di halaman depan terbentang taman rumput dan pepohonan rindang. Terdapat beberapa unggas seperti ayam, burung dara dan merak yang dikurung dalam kandang cantik di sekitaran taman. Di gerbang masuk dekat mesjid Kalitan terdapat sebuah pohon beringin besar-tua yang bisa dimanfaatkan untuk berteduh. Kini nDalem Kalitan dibuka untuk umum. Pengunjung biasanya cukup senang dengan berfoto-foto di pendapa apalagi di sana ada foto Pak Harto dan keluarganya.