Siapa mau beli ginjal saya?

Kemarin ada sebuah berita yang membuat hati saya sangat miris dan terenyuh.

Arkian, lelaki bernama Sugiyanto (45 tahun) nekat menjajakan ginjalnya di Bundaran Hotel Indonesia (HI). Uang tersebut rencananya digunakan untuk menebus ijazah SMP dan SMA anaknya, Sarah Melanda Ayu (19), yang ditahan pihak sekolah.

Saya dhelek-dhelek membayangkan kalau peristiwa tersebut saya sendiri yang mengalami, tak punya uang sementara ijazah anak saya mesti ditebus. Apa saya juga harus menjual ginjal saya? Koran saya geletakkan begitu saja.

Mas Kandam datang ke ruang saya, dehemnya membuyarkan lamunan.

“Ada apa kok sampeyan ngelamun? Makan siang bareng yuk…!”

“Mau makan ke mana mas? Rest Area 57 aja ya, soale jam dua nanti ada meeting.”

Saya naik Pajero Sport putih milik Mas Kandam. Tleser-tleser rasanya, dan tahu-tahu sudah mau masuk tol.

“Lagi ada masalah? Kok diem aja?”

Ora mas, masih kepikiran berita di koran tadi. Ada seorang bapak yang menjajakan ginjalnya untuk nebus ijazah anaknya.”

“Wah… sekilonya dijual berapa tuh?”

Kami masuk ke RM Masakan Padang Minang. Dengan cekatan para uni dan uda menyajikan makanan dan minuman. Terdengar dentingan nyaring ketika dua piring saling beradu.

“Seandainya kasus seperti itu Mas Kandam yang ngalami, piye?”

“Begini. Menurut saya sih, Pak Sugiyanto sedang meledek kita semua. Ia nggak serius. Hanya demi ijazah kok mengorbankan ginjal “

“Kalau ia betul-betul serius?”

“Hanya demi ijazah?”

Nebus ijazah tujuh belas juta dan untuk bayar biaya administrasi sekolah yang nunggak sejak 2005 lalu, totalnya tujuh puluh juta!”

“Ia tengah meledek kita semua. Percayalah pada pendapat saya ini. Ketika ia sudah masuk koran dan televisi, nanti akan datang bantuan bertubi-tubi kepadanya. Bahkan para pejabat kita ikutan cawe-cawe.”

“Masak sih?”

“Tapi… nanti ketika berikutnya ada orang lain ikut-ikutan melakukan aksi jual ginjal semua akan cuek, nggak memperdulikan aksi itu.”

Mas Kandam mencolek sambel ati ampela dan dicampurkan ke dalam nasi di piringnya.