Sekartaji ketula-tula (1)

Jika menjilat matahari dapat mengobati rindu, aku akan melakukannya. Sesungguhnya, obat rindu paling jitu adalah bertemu denganmu.
~Inu Kertapati via Kyaine~

Arkian, di taman Keraton Kediri Sekartaji alias Galuh Candrakirana sedang menikmati indah dan segarnya pagi. Sudah menjadi kebiasaannya, ia merawat tanaman dan bunga-bungaan kesayangannya. Disiramnya tanah yang kering dan dibersihkannya dari daun-daun yang telah menguning.

Di salah satu tanaman yang sedang dirawatnya itu ia melihat seekor keong yang bertengger di dahan. Tanpa merasa jijik, Sekartaji mengambil keong tersebut dan melemparkannya ke aliran sungai yang melintas di taman keraton. Ia tak mau keong itu memakan dedaunan tanaman kesayangannya.

Sekartaji tidak tahu kalau keong yang ia lemparkan ke sungai itu adalah seorang nenek sihir jahat yang sedang menyamar. Ia memang sengaja ingin berbuat jahat kepada Sekartaji, karena ia dendam karena Sekartaji pernah menolak cinta anak lelakinya. Wahai nenek sihir, bukankah seluruh dunia tahu kalau Galuh Candrakirana itu telah punya tambatan hati yakni Raden Inu Kertapati alias Panji Asmarabangun?

Keong yang ternyata nenek sihir itu pun menjelma menjadi wanita jelita namun berwajah bengis, dan berdiri tegak di hadapan Sekartaji. Kedatangannya yang tiba-tiba itu membuat Sekartaji terkesiap dan terkejut.

Nenek sihir itu segera mengayunkan tongkat saktinya dan seketika tubuh Sekartaji lenyap lalu berubah menjadi seekor keong. Nenek sihir memelototkan matanya ketika dilihatnya keong tersebut berwarna kuning keemasan. Warna yang elok. Tentu saja, seelok wajah Sekartaji.

Wanita bengis itu geram. Keong emas diraihnya dan tanpa menunggu waktu, ia lemparkan keong tersebut ke dalam aliran sungai. Sebuah balas dendam yang sempurna.

~oOo~

Istana Kediri heboh ketika para emban menyadari kalau Sekartaji tidak ada di taman keputren. Dicari ke mana-mana tiada bersua. Lewat tiga hari, Sekartaji yang sekar kedaton itu hilang ditelan bumi. Hilangnya Sekartaji membuat sedih keluarga besar Kediri. Pun, kesedihan melanda Inu Kertapati.

Keong emas terhanyut mengikuti aliran sungai. Beberapa kali ia terantuk bebatuan, butiran-butiran pasir masuk ke cangkang yang membuat perih di kulit keong emas. Tak ada guna ia mengeluh akan takdir yang menimpanya. Hanya doa yang ia panjatkan, semoga ada tangan yang mau menolong dirinya.

Di tempat lain, Inu Kertapati mencari keberadaan kekasih hatinya. Ia melakukan penyamaran untuk mengungkap sisik melik di mana Sekartaji. Cinta adalah bekal paling banyak yang ia bawa, selain rindu, tentunya.

~oOo~

Di sebuah desa, Panji – dalam penyamaran Inu Kertapati menggunakan nama ini, bertemu dengan seorang ibu tua yang sedang mengangkat kayu bakar yang diambilnya dari hutan di seberang desa. Ibu tua sangat kepayahan dengan gendongan kayu bakar. Panji segera membantu mengangkat kayu bakar hingga sampai ke gubuk ibu tua.

Panji sangat prihatin dengan kondisi rumah ibu tua itu. Maka dengan seizin pemilik rumah, Panji memperbaiki rumah dengan kemampuan yang dimilikinya. Tujuh hari Panji giat bekerja hingga rumah tersebut jauh lebih bagus dibandingkan keadaan semula.

Ibu tua meminta Panji sudi tinggal bersamanya. Maka mulai hari itu Panji menjadi anak angkat ibu tua, sebut saja namanya mBok Rondo Dadapan.

Bersambung ke Sekartaji ketula-tula (2)