Hidup ini sederhana

Hidup ini sederhana, hindari mengurus yang bukan urusannya, hindari mengomentari yang tidak diketahui duduk perkaranya.

Kalimat di atas saya dapatkan dari twitter MQ Travel, dan saya setuju 100%. Hidup itu memang (sangat) sederhana dan sebuah pilihan: mau jadi orang baik atawa jadi orang jahat.

Kita saja yang menjadikan rumit. Indikatornya apa? (Selalu) sakit hati dan (suka) berprasangka buruk  kepada orang lain.

Zaman dulu, nekjika seseorang berprasangka buruk atawa mengomentari sesuatu yang tidak tahu duduk perkaranya, lalu ia menceritakan kepada orang terdekatnya – yang kalau menyebar ke orang lain lagi, akan memakan waktu lama. Lha kini, orang begitu mudah menyatakan “lisan” dan isi hatinya di pesbuk, twiter, blog, dan sebangsanya, lalu dalam waktu singkat seluruh dunia membaca dan saling mengomentari.

Bayangkan, jika yang dinyatakan itu aib seseorang, yang, lagi-lagi karena mengurus yang bukan urusannya dan mengomentari yang tidak diketahui duduk perkaranya, betapa dahsyatnya dampak buruknya. Celakanya, kita tak mungkin dapat menghapus apa yang menjadi dampak buruk itu, karena sudah tersebar sangat luas di dunia maya. Sebuah dunia yang kita tak tahu persis di mana ada perempatan, jalannya lurus apa berbelok, mentok di tembok atawa jatuh di jurang. 

Mari menjadi orang baik dengan memperbaiki diri secara terus-menerus dan tiada henti, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Di dunia nyata sangat mudah untuk berbuat baik. Cara paling sederhana ya seperti kutipan kalimat di awal artikel ini. Sedangkan di dunia maya, menurut saya, juga sangat mudah, kita buka dan baca kembali blog, pesbuk, twiter dan media sosial lainnya yang menjadi milik kita: edit kalimat negatif, hapus kalimat penebar aib dan sebarkan kalimat positif dan inspiratif.

Masih rumit?

Nggak kan?