Pagi itu induk burung pipit membangunkan anak-anaknya yang berjumlah tiga. Matahari belum kelihatan di ufuk timur.
“Seperti janji ibu semalam, hari ini kalian mulai belajar terbang. Ibu akan mengajari kalian bagaimana mengepakkan sayap sehingga membuat tubuh kalian menjadi lebih ringan,” demikian kata ibu pipit kepada ketiga anak-anaknya.
“Hoaaahh….!!! Masih ngantuk nih bu… aku mau tidur lagi!” kata si bungsu dengan masih memejamkan matanya.
“Tidak sayang, kamu harus berusaha membuka mata. Rasakan, betapa segarnya pagi ini. Ayo bangun…!!” teriak ibu pipit.
Ya, si bungsu memang pipit yang pemalas. Tetap saja ia melanjutkan tidurnya. Akhirnya, ibu pipit hanya mengajari dua anaknya. Hari itu, ibu pipit hanya mengajari bagaimana mengepakkan sayap.
Hari kedua, melanjutkan latihan hari sebelumnya. Lagi-lagi, si bungsu bermalas-malasan di hangatnya sarang. Siapa yang rajin berlatih, ia akan segera menguasai teknik terbang.
Siang hari ketika ibu pipit pergi mencari makanan, pipit sulung dan pipit tengah tetap berlatih mengepakkan sayap dan sesekali melompat untuk menyeimbangkan badan.
“Kak, kita coba terbang yuk….!” ajak si tengah pada kakaknya.
“Aku mau sih. Tapi nanti kalau kita jatuh bagaimana? Begini saja, kita menunggu ibu pulang. Biar ada yang mengawasi kita nantinya,” jawab si sulung.
Ketika ibu pipit pulang, kemudian menyiapkan makanan untuk ketiga anaknya, ia mengizinkan anak-anaknya berlatih terbang tentu saja dengan pengawasannya.
“Hati-hati nak… Coba kalian terbang dari dahan ke dahan dulu. Setelah otot sayap kalian kuat, boleh belajar terbang dari pohon ke pohon,” kata ibu pipit.
Sementara kedua kakaknya berlatih terbang dari ranting ke ranting, dan dari dahan ke dahan, si pipit kecil hanya menyaksikan dari sarang. Ia masih malas untuk memulai berlatih terbang.
Dalam waktu yang tidak lama, kedua kakak beradik pipit itu sudah mampu terbang. Kali ini tidak hanya dari pohon ke pohon, tetapi lebih jauh dari itu. Mereka berdua bernyanyi riang, terbang mengitari kebun dan persawahan. Banyak hal yang mereka lihat dan semua itu membuat mereka takjub apa yang mereka saksikan. Sesampai di sarang, mereka menceritakan pengalamannya kepada ibu dan adiknya.
“Tuh, hebat sekali bukan pengalaman kakak-kakakmu, bungsu? Jadi, kapan kamu mulai latihan terbang?” tanya ibu pipit setelah mendengar cerita pengalaman terbang anak-anaknya.
“Nanti saja bu… aku masih ingin menikmati empuknya sarang kita ini,” jawab si bungsu.
Dua hari kemudian, di suatu pagi. Para pipit penghuni sarang di atas pohon kaget luar biasa. Pohon itu bergoyang dan bergetar hebat dengan ditingkahi suara dak-dok-dak-dok tiada henti. Ya, pohon itu telah ditebang oleh seseorang. Ibu pipit bertindak cepat, ia segera meminta anak-anaknya terbang meninggalkan sarang sebelum pohon tumbang.
“Ibu… tolong… aku tidak bisa terbang…!!” teriak si bungsu yang berusaha mengepakkan sayapnya, namun sepertinya gravitasi bumi belum bisa ia kendalikan.
Note: Judul dan alur cerita oleh Didit Tukang Foto