Kisah Pohon Pace

Arkian, di dalam Kerajaan Mataram telah terjadi persaingan dua kubu antara yang memilih menjadi antek VOC, dan melawan VOC di satu sisi. Kubu yang melawan VOC dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi, yang tidak lain adik Raja Mataram saat itu. Sementara, Raja Mataram menjadi antek VOC karena bujuk rayu Patih Pringgalaya.

Karena keculasan Patih Pringgalaya, Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya terusir dari istana, bahkan menjadi buronan kerajaan. Mataram yang dibantu oleh VOC dengan mudah mengalahkan Pangeran Mangkubumi. Waktu itu pasukan Pangeran Mangkubumi tinggal dua puluh orang, terpaksa lari dan bersembunyi ke dalam hutan.

Dalam pelariannya itu, Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya menyusuri Pantai Selatan Pulau Jawa sebelum akhirnya masuk ke hutan belantara. Akibat medan yang berat, naik-turun gunung pasukan Pangeran Mangkubumi banyak yang meninggal, dan hanya tinggal dua belas orang.

Karena begitu letih, mereka pun beristirahat. Bahkan beberapa di antaranya tertidur dan jatuh pingsan. Pangeran Mangkubumi sangat iba menyaksikan keadaan pengikutnya, apalagi ketika mereka pergi tidak membawa bekal makanan sedikit pun.

Setra, salah satu pengikut setia Pangeran Mangkubumi beringsut dari duduknya dan menghadap Pangeran Mangkubumi.

“Pangeran, hamba lihat pasukan kita sangat kelelahan. Izinkan hamba pergi sebentar untuk mencari air dan barangkali menemukan makanan untuk Pangeran dan pasukan kita.”

“Pergilah Setra, semoga usahamu berhasil. Aku lihat, tak satu pun dari mereka yang sanggup lagi berjalan. Semua tampak lelah, lapar dan kehausan. Apabila kamu berhasil mendapatkan air dan makanan, aku tak akan melupakan jasamu.”

Setra pun segera berlalu untuk mencari air dan apa pun yang bisa dimakan. Ternyata, mencari sumber air dan makanan tidak mudah. Akhirnya, Setra sampai di suatu padang tandus, tetapi di sana yang dijumpai hanya serumpun pohon pace a.k.a mengkudu. Buah yang bentuknya jelek dan berbau. Setra tidak tega memetik buah pace itu untuk diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan pasukannya. Ia pun meninggalkan serumpun pohon pace itu untuk mencari makanan lain.

Setra menemukan sedikit air, dan ketela rambat. Kini, rasa lapar dan hausnya mulai terasa, tetapi ia tidak mau minum air yang dibawa atau memakan ketela rambat yang ada di tangannya. Ia pun kembali ke tempat serumpun pohon pace tadi. Ia mulai memeras air buah pace dan meminumnya dengan menahan bau menyengatnya. Ajaib, rasa hausnya langsung hilang. Buah pace yang telah diperas tadi pun ia makan. Terjadi keajaiban lagi. Rasa lapar juga hilang. Setra kembali segar bugar.

Sampai di hadapan Pangeran Mangkubumi, Setra memberikan air dan ketela rambat yang didapatkannya tadi. Pangeran Mangkubumi meminum sedikit air kemudian diberikan kepada pasukannya. Demikian pula dengan ketela rambatnya.

“Setra, aku lihat kamu tidak minum atau makan ketelanya?’

“Ampun Pangeran, di hutan tadi hamba sudah minum dan makan sedikit.”

Tiga hari sudah Pangeran Mangkubumi dan pasukannya beristirahat di tempat itu. Dan Setralah yang mencari air dan makanan, karena semua anggota pasukan kondisinya masih kelelahan. Berbeda dengan Setra yang selalu segar bugar. Keadaan yang demikian itu membuat Pangeran Mangkubumi penasaran.

“Setra, apa yang menyebabkan kamu tampak segar bugar seperti ini, sementara aku dan yang lain masih letih dan lemas?”

“Ampun Pangeran, selama ini hamba makan buah pace.”

“Pace? Buah yang jelek dan bau itu??”

“Benar, Pangeran. Makanya, hamba tidak berani menyajikan di hadapan Pangeran. Meskipun bentuknya jelek dan bau, ternyata pace sangat berkhasiat memulihkan tenaga hamba.”

“Ya..ya… siapa pun yang kamu tawari buah pace itu pasti tidak ada yang mau. Tetapi… ternyata sekarang terbukti kalau buah pace telah menjadi sumber kekuatanmu. Bagaimana pun aku ingin mencoba meminum perasannya. Setra, bisakah kamu menyediakan untukku?”

“Baik Pangeran.”

Setra mohon diri dan pergi ke tempat serumpun pohon pace. Ia membawa cukup banyak dan segera memeras buah pace tersebut. Mulanya, Pangeran Mangkubumi ragu-ragu meminumnya meskipun akhirnya ia teguk juga. Kemudian memakan buahnya. Memang terjadi keajaiban. Pangeran Mangkubumi nampak segar bugar. Menyaksikan keadaan itu, para pengikutnya pun meminum air perasan dan makan buah pace.

Setelah semua orang segar kembali, mereka melanjutkan perjalanan ke arah timur. Tanpa mereka duga sebelumnya, ternyata ketika menyusuri jalanan mereka menemukan banyak sekali pohon pace. Pangeran Mangkubumi pun meminta pasukannya berhenti.

“Kalian semua, saksikanlah. Aku pernah berjanji kepada Setra kalau ia bisa menolong pasukan kita yang kelelahan aku tidak melupakan jasanya. Nanti, jika perjuangan ini berhasil aku akan memberikan hadiah tanah, dari pohon pace sapengetan (sampai ke timur) kepada Setra.”

Banyak yang bergumam… “pace sapengetan…. pace wetan (timur)…. pacetan…”

Dengan disaksikan oleh para pengikutnya, Pangeran Mangkubumi pun bertitah: Yen ana wolak-walik ing jaman, perdikan iki tak jenengi Pacetan. Lama kelamaan nama Pacetan dilafalkan menjadi Pacitan hingga sekarang.

Note: Judul dan alur cerita oleh Bunda Lily